Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ilmu Falak Dalam Peradaban Islam

Sekitar tiga ratus tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, negara-negara Islam telah memiliki kebudayaan dan pengetahuan tinggi. Banyak sekali ilmuwan muslim bermunculan dengan hasil karyanya yang gemilang tertumpuk di perpustakaan-perpustakaan negara Islam.

Pada tahun 773 M, seorang pengembara India menyerahkan sebuah buku data astronomis berjudul "Sindhind" atau "Sidhanta" kepada kerajaan Islam di Baghdad. Oleh khalifah Abu Ja'far alMansur (719-775 M), diperintahkan agar buku itu diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Perintah ini dilakukan oleh Muhamad ibn Ibrahim al-Fazari (w.796 M). Atas usahanya inilah al-Fazari dikenal sebagai ahli ilmu falak yang pertama di dunia Islam.

Setelah al-Fazari, pada abad 8 muncul Abu Ja'far Muhammad bin Musa al-Khawarizmi (780-847 M), sebagai ketua observatorium al-Makmun. Dengan mempelajari karya al-Fazari (terjemahan Sindhind), al-Khawarizmi berhasil sebagai orang pertama yang mengolah sistim penomoran India menjadi dasar operasional ilmu hitung. Dengan penemuan angka O (nol) India, maka terciptalah sistem pecahan desimal sebagai kunci terpenting dalam pengembangan ilmu pasti. Dia pula-lah penyusun pertama tabel trigonometri Dafar Logaritma seperti yang ada sekarang ini.


Di samping itu, Al-Khawarizmi menemukan bahwa zodiac atau ekliptika itu miring sebesar 23.5 derajat terhadap equator, serta memperbaiki data astronomis yang ada pada buku terjemahan “Sindhind”.

Dua buah buku karya al-Khawarizmi, yakni "al-Mukhtasharf Hisabil Jabr wal Mrgabalah" dan "Suratul Ardl" merupakan buku penting dalam bidang ilmu falak, sehingga banyak diikuti oleh para ahli ilmu falak berikutnya.

Abu Ma'syar (w.885 M) yang di Eropa dikenal dengan nama Albumasyar menemukan adanya pasang naik dan pasang surut sebagai akibat pergerakan bulan terhadap bumi. Dua bukunya yang terkenal ialah "al-Madkhalul Kabir" dan "Ahkamus Sinni wal Mawa lid". Abu Bakar al-Hasan bin al-Hasib yang di Eropa dikenal dengan nama Albubacer (w.893 M) dengan buku karyanya berjudul "al Mawalid" Maslamah Abu Qasim Al-Majriti (905-1007 M) dengan buku karyanya yang berjudul "Tadilnl Kamakeib". Ibrahim ibn AzZargali (1029-1089 M), yang di Eropa dikenal dengan nama Arzalchel, adalah seorang ahli ilmu falak dan ahli teropong bintang sehingga ia memiliki daftar tabel astronomis bintang-bintang yang bernama "as-Shafihab".

Nasiruddin Muhammad at-Thusi (1201-1274 M), seorang ahli ilmu falak yang telah membangun observatorium di Maragha atas perintah Hulagu. Dengan observatoriumnya itu ia membuat tabeltabel data astronomis benda-benda langit yang nama Jadwalul Kaniyan".

Ahli ilmu falak muslim lainnya ialah Ibnu Jabr al-Battani (858-929 M), yang di dunia barat dekenal Albatenius. Dia melakukan penelitian di Observatorium Ar-Raggah, di hulu sungai al-Furat di Baghdad. Dia melakukan perhitungan-perhitungan jalan bintang, garis edar dan gerhana. Dia membuktikan kemungkinan terjadinya gerhana matahari cincin. Dia menetapkan garis kemiringan perjalanan matahari, panjangnya tahun sideris dan tahun tropis, musimmusim serta garis lintasan matahari semu dan sebenarnya, adanya bulan mati dan fungsi sinus.

Al-Battani mempergunakan juga tangens (bayangan tegak lurus) dan cotangen (bayangan datar) dari sebuah Gnomom (tongkat yang ditancapkan ke dalam tanah untuk mengukur sudut dan tinggi matahari di atas kaki langit). Dia-lah orangnya yang mempopulerkan pengertian-pengertian tentang perbardingan trigonometri sebagaimana yang digunakan sampai sekarang ini.

Al-Battani menerjemahkan dan memperbaiki teori Ptolomeus dalam bukunya "Syntasi" yang berisi tentang perhitungan garis edar bulan dan beberapa planet dalam judul barunya "Tabril al-Maghesti", disamping bukunya sendiri yang berjudul "Tamhidul Musthafa li Ma'nal Mamar".

Ahli ilmu falak selain mereka, antara lain Ali bin Yunus (w.1009 M) dengan karyanya "Zaijul Kabir al-Hakimi" yang berisi antara lain tentang data astronomis matahari, bulan dan komet, serta perubahan titik equenox. Abdurr Rahman al-Biruni (w.1048 M) yang menemukan perputaran bumi pada sumbunya dan membuat daftar data lintang dan bujur tempat di permukaan bumi.

Selain para tokoh di atas, Ulugh Bek (w.1420 M) ahli astronomi asal Iskandaria dengan observatoriumnya ia berhasil menyusun tabel data astronomi yang banyak digunakan pada perkembangan ilmu falak masa-masa selanjutnya

Hal demikian inilah diantara yang menyebabkan istilah-istilah dalam astronomi yang berkembang sekarang ini banyak menggunakan bahasa arab, misalnya as-Simt, Nadir, Mintaqatul Buruj, Zuhal, Aldebaran, Alferatz, dsb.

Sekalipun ilmu falak dalam peradaban Islam sudah cukup maju, namun yang patut dicatat adalah bahwa pandangan terhadap alam masih mengikuti pandangan Ptolomeus, yakni Geosentris.