Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah ANTRA : Wadah Perjuangan Nelayan Sulawesi Utara

Asosiasi Nelayan Tradisional (ANTRA) Sulawesi Utana lahir pada 1 April 2009. Pembentukan organisasi ini beranjak dari kegelisahan dan permasalahan nelayan di Sulawesi Utara (Sulut) terkait sulitya pemanfaatan wilayah perairan Indonesia.

Sekitar 74 perwakilan nelayan dari berbagai kabupaten kota, di Sulut, berkumpul di daseng Lolaro, desa Tiwoho, Minahasa Utara. Di situ, mereka menggelar Kongres Nelayan tradisional Sulut.

Organisasi profesi ini, kemudian dinamakan Asosiasi Nelayan Tradisional Sulawesi Utara. Sifatnya federasi, dengan visi "mewujudkan otonomi dan kedaulatan nelayan atas sumber daya pesisir dan laut sebagai sumber kehidupan"

Ada empat tujuan pembentukan ANTRA, yakni, pertama, menyatukan persepsi atau pandangan terkait permasalahan, hambatan dan tindakan yang harus diambil sebagai langkah solusi atas permasalahan yang dihadapi nelayan.

Tujuan kedua adalah memperjuangkan kedaulatan nelayan tradisional atas wilayah laut dan sumber daya didalamnya. Ketiga, mempererat tali persaudaraan antara nelayan tradisional di Sulut dan yang keempat, melakukan advokasi terhadap kepentingan nelayan tradisional terkait kebijakan, hak-hak hukum nelayan dan lain sebagainya.

Nelayan tradisional yang mengikuti kongres tersebut, menyatakan bahwa ANTRA harus memiliki watak-watak kemandirian (percaya pada diri sendiri), demokratis (menjunjung tinggi kesetaraan hak dan kewajiban), patriotik (cinta tanah air dan bangsa), dan kerakyatan.


ANTRA juga memiiki prinsip, satu, berbasis nelayan tradisional, dua, keadilan sosial, ekonomi, budaya dan hukum. Tiga, persatuan dan demokrasi, empat, solidaritas dan keterbukaan, lima, anti diskriminasi gender dan SARA. Dan yang, keenam, kesejahteraan dan kelestarian lingkungan hidup.

Terasa progresifitas dalam wujud keberanian menyatakan pendapat, serta menentukan bentuk organisasi yang sesuai dengan kebutuhan nelayan tradisional. Sebab, sebelum ANTRA dibentuk, beberapa organisasi yang berhubungan dengan profesi kenelayanan telah dibentuk pemerintah. Tujuannya, secara tersembunyi, tak lebih dari menjaga hegemoni dan dominasi penguasa terkait kepentingan politis di pesisir Indonesia.

Di organisasi bentukan pemerintah tadi, tak ada kedaulatan nelayan untuk menampilkan posisinya sebagai subjek pembangunan di wilayah pesisir. Organisasi nelayan lebih menjadi humas dan corong penguasa, yang justru dari tahun ke tahun menggusur nelayan dari tempatnya.

Sementara, nelayan tradisional yang tergabung di ANTRA Sulut, secara perlahan memupuk pengetahuan sambil menjalin interaksi yang erat di antara mereka. Di organisasi ini, nelayan saling berbagi informasi mengenai potensi sumber daya hingga ancaman-ancaman di pesisir.

Sejumlah nelayan mengaku, sejauh ini, ANTRA berhasil mempererat solidaritas. Awalnya di laut tidak saling kenal, belakangan mereka justru saling bantu di darat: belajar dan berjuang bersama untuk memperjuangkan hak masyarakat pesisir dan nelayan tradisional.

Tentu saja, nelayan memiliki pengetahuan yang kuat tentang pentingnya pesisin dalam kehidupan mereka, Namun, dilihat dari sejarahnya, cukup banyak nelayan yang tergusur karena tidak tahu cara mempertahankan hak-hak warga negara.

Di ANTRA, mereka mempelajarinya, menemukan bahwa hak nelayan tradisional dilindungi Undang-Undang Dasar dan melakukan langkah-langkah memperjuangkannya. Penggabungan diri dalam organisasi sekaligus membuat nelayan tidak bisa dipermainkan seenaknya.

Namun, ANTRA bukan tempat memanjakan nelayan. Kesadaran harus tumbuh dari dalam diri sendiri. Keberanian adalah milik nelayan yang enggan terus-terusan dibodohi dan ditindas. ANTRA justru menjadi alat perjuangan, yang dapat melipat-gandakan kekuatan dan semangat nelayan di Sulawesi Utara

Sehingga, nelayan yang tergabung dalam ANTRA adalah nelayan yang mengakui bahwa bernelayan adalah profesi yang mulia, serta tidak bisa ditukar dengan apapun, dan berapapun bayarannya. Siapapun mengusik laut dan pesisir, berarti mengusik kehormatan nelayan tradisional di Sulut.

ANTRA sendiri, saat ini telah hadir di seluruh penjuru Sulawesi Utara. Dengan jumlah anggota yang mencapai ribuan kepala, nelayan tradisional Sulawesi Utara siap menjaga laut dan pesisir dengan dayung di tangan mereka.


Sumber: Buletin ANTRA edisi Maret 2014