Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah Istilah Logika

Perkataan logika diturunkan dari kata sifat logike, dari bahasa Yunani, yang berhubungan dengan kata benda logos, berarti pikiran atau perkataan sebagai pernyataan dari pikiran. Hal ini membuktikan bahwa ternyata ada hubungan yang erat antara pikiran dan perkataan yang merupakan pernyataan dalam bahasa.

Patung Cicero (filsuf abad ke-1 Sebelum Masehi).

Nama logika untuk pertama kali muncul pada filsuf Cicero (abad ke-1 Sebelum Masehi), tetapi dalam arti seni berdebat. Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 Sesudah Masehi) adalah orang pertama yang mempergunakan kata logika dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidak nya pemikiran manusia (K. Bertens, 1975: 137-138).

Di samping dua filsuf yang telah disebutkan di atas, Aristoteles pun telah berjasa dalam menemukan logika. Namun, Aristpteles belum memakai nama logika. Aristoteles memakai istilah analitika dan dialektika. Analitika untuk penyelidikan mengenai berbagai argumentasi yang bertitik tolak dari putusan putusan yang benar, sedangkan dialektika untuk penyelidikan mengenai argumentasi argumentasi yang bertitik tolak dari hipotesis putusan yang tidak pasti kebenarannya (K. Bertens, 1975: 138).

Aristoteles membagi ilmu pengetahuan atas tiga golongan, yaitu ilmu pengetahuan praktis, ilmu pengetahuan produktif, dan ilmu pengetahuan teoritis. Ilmu pengetahuan produktif berakaitan dengan pengetahuan yang sanggup menghasilkan suatu karya (teknik dan kesenian). Ilmu pengetahuan praktis meliputi etika dan politika. Sedangkan ilmu pengetahuan teoritis mencakup tiga bidang, yakni: fisika, matetatika, dan filsafat pertama (metafisika). Logika tidak termasuk ilmu pengetahuan sendiri, tetapi mendahului ilmu pengetahuan sebagai persiapan untuk berpikir dengan cara ilmiah. (Bertens, 1975: 138).

Sepeninggalnya Aristoteles, naskah naskah ajarannya tentang penalaran, oleh para pengikutnya telah dihimpun menjadi satu. Himpunan tersebut oleh para pengikut Aristoteles disebut dengan istilah Organon. Ajaran Aristoteles tentang penalaran termuat dalam enam buah naskah sbb:

  • Categories, yang dibahas tentang cara menguraikan sesuatu objek dalam jenis jenis pengertian umum.
  • On Interpretation (tentang penafsiran), yang dibahas tentang komposisi dan hibungan dari keterangan keterangan sebagai satuan pikiran. Dalam hal ini Aristoteles membahas segala sesuatu yang dikenal sebagai penyimpulan langsung dan bujur sangkar pertentangan.
  • Prior Analyties (analitika yang lebih dahulu), memuat tentang teori silogisme dalam ragam dan pola polanya.
  • Posterior Analyties (analitika yang lebih dahulu), membicarakan tentang pelaksanaan dan penerapan, penalaran silogistis dalam pembuktian ilmiah sebagai materi dari silogisme.
  • Topics (mengupas dialektika), yang dibahas tentang persoalan dalam perbincangan berdasarkan premis premis yang boleh jadi benar.
  • Sophistical Refutations (cara perbincangan kaum sofis), membahas tentang sifat sadar dan penggolongan sesat pikir (Sirajiyo dkk, 2015: 4). 

Di samping ajaran mengenai penalaran di atas, Aristoteles juga mengemukakan ajaran tentang pembagian pengetahuan rasional (episteme). Seluruh kumpulan pengetahuan rasional dibaginua ke dalam rincian sebagai berikut:

PENGETAHUAN RASIONAL (EPESTEME)
1. Pengetahuan Praktis
2. Pengetahuan Produktif
3. Pengetahuan Teoritis

Pengetahuan Praktis
1.1. Ekonomi
1.2. Etika
1.3. Politik

Pengetahuan Produktif
2.1. Pengetahuan Produktif

Pengetahuan Teoritis
3.1. Matematika
3.2. Fisika
3.3. Filsafat Pertama

Menurut Aristoteles, filsafat pertama (prote philosophia) adalah ilmu tentang peradaan sebagai peradaan. Pengetahuan teoritis jenis ini kemudian dikenal dengan nama metafisika. Sedangkan Analitika dan Dialektika leh Aristoteles tidak dimasukkan ke dalam pembagian pengetahuan rasional, sebab bagi Aristoteles kedua hal tersebut dianggap sebagai alat di luar Episteme yang justru diperlukan untuk mempelajari kumpulan pengetahuan tersebut. Karena dianggap sebagai alat ilmu itulah maka himpunan mengenai karya tentang penalaran oleh para pengikut Aristoteles kemudian disebut Organon.

Dalam abab pertengahan otoritas Aristoteles diakui sedemikian tingginya, sehingga karya karya logikanya lalu diwajibkan untuk dipelajari dalam pendidikan untuk warga bebas. Dalam abad pertengahan juga dikenal ada istilah bahasa Latin, yakni Ars yang mempunyai pengertian meliputi usaha mencari pengetahuan, ilmu teoritis, dan ilmu praktis, serta seni kerajinan. Dengan meneruskan konsepsi klasik tentang corak pendidikan yang dianggap cocok bagi para warga “bebas” yang dilahirkan merdeka, dalam abad pertengahan dikenl adanya Artes Liberalis yang “logika” termasuk di dalanya. Studi ini meliputi tujuh macam pengetahuan atau pelajaran yang oleh Martinus dibaginya menjadi dua kelompok yang kemudian dikenal dengan istilah Quadrium dan Trivium (The Liang Gie, dkk., 1980: 32).

Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:
STUDI BEBAS (ARTES LIBERALIS) Terdiri:
1. Quadrium (empat serangkai), yakni:
  • Aritmetik
  • Astronomi
  • Geometri
  • Teori Musik 
2. Trivium (tiga serangkai)
  • Gramatika
  • Retorika
  • Logika 

Jadi, kalau pada jaman Yuanani Kuno, logika oleh Aristoteles dianggap sebagai suatu jenis pengetahuan yang berkedudukan di luar semua jenis pengetahuan rasional, dalam abad Pertengahan logika telah mulai dianggap sebagai satu di antara pelbagai ilmu pengetahuan.

Dalam perkembangan selanjutnya, ternyata “logika” pada umumnya dipandang sebagai salah satu cabang filsafat. Ini terbukti dari pembagian filsafat yang banyak dilakukan para ahli filsafat dan filsuf yang selalu memasukkan “logika” termasuk dalam cabang filsafat, di antaranya sebagai berikut:

1). Louis O. Kattsoff menyebutnya bahwa cabang cabang filsafat adalah: logika, metodologi, metafisika, epistemology, filsafat biologi, filsafat psikologi, filsafat antropologi, filsafat sosiologi, etika, estetika, dan filsafat agama.

2). The Liang Gie membagi filsafat sistematis menjadi: 1. Metafisika (filsafat tentang hal ada; 2. Epistemology (filsafat/ teori pengetahuan); 3. Metodologi (teori tentang metode); 4. Logika (teori tentang penyimpulan); 5. Etika (filsafat tentang pertimbangan moral); 6. Estetika (filsafat tentang keindahan); 7. Sejarah filsafat (Lasiyo dan Yuwono, 1985: 19).

3). Ir. Poedjawijatno membagi filsafat menjadi: ontologia; theodicea; ontropologia; metaphysica; ethica; logica (minor dan mayor); dan aesthetica.

4). Plato membedakan lapangan filsafat ke dalam tiga cabang, yakni: dialektika; fisika; dan etika.

5). Aristoteles merumuskan filsafat ke dalam empat cabang berikut:
Logika. Ilmu ini bagi Aristoteles dianggap sebagai ilmu pendahuluan bagi filsafat.
a) Filsafat teoritis. Dalam cabang ini meliputi tiga cabang ilmu, yakni:
  • Ilmu fisika yang mempersoalkan dunia materi dari alam nyata.
  • Ilmu matematika yang mempersoalkan benda benda alam dalam kuantitasnya/ jumlahnya.
  • Ilmu metafisika yang mempersoalkan tentang hakikat segala sesuatu. Menurut Aristoteles ilmu metafisika ini yang paling utama dari filsafat, atau disebut intinya filsafat. 
2) Filsafat Praktis. Dalam cabang ini mencakup tiga macam ilmu, yakni:
  • Ilmu etika yang mengatur kesusilaan dan kebahagiaan dalam hidup perseorangan.
  • Ilmu ekonomi yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran dalam keluarga/ rumah tangga.
  • Ilmu politik yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran dalam Negara.
  • Filsafat poetika atau kesenian (Hasbullah Bakry, 1986: 15). 

Dari pembagian cabang filsafat menurut beberapa tokoh di atas, tampak luas bidang yang menanggapi persoalan kefilsafatan. Oleh debab itu, karena sangat luasnya cakupan filsafat, maka sering ada beberapa kesulitan untuk membahas setiap masalah sampai selesai/ tuntas.

Berdasarkan tiga jenis persoalan filsafat yang utama, yakni persoalan tentang keberadaan, persoalan tentang pengetahuan, dan persoalan tentang nilai nilai, maka cabang filsafat adalah:
  1. Dimensi ontologis atau persoalan tentang keberadaan (being) atau juga eksistensi (existence). Persoalan yang terkandung pada cabang filsafat ini, yakni metafisika.
  2. Dimensi epistemologis atau persoalan pengetahuan (knowledge) atau juga kebenaran (truth). Pengetahuan ditinjau dari segi isinya bersangkutan dengan cabang filsafat, yakni epistemology. Adapun kebenaran ditinjau dari segi bentuknya berangkutan dengan cabang filsafat, yakni logika.
  3. Dimensi aksiologis atau persoalan nilai nilai (values). Hal ini nilai nilai dibedakan menjadi dua, yakni: nilai nilai kebaikan tingkah laku, dan nilai nilai keindahan. Nilai nilai kebaikan tingkah laku bersangkutan dengan cabang filsafat, yaitu: etika. Nilai nilai keindahan bersangkutan dengan cabang filsafat, yaitu: estetika. 

Berdasarkan jenis persoalan di atas, bahwa logika termasuk salah satu cabang dari filsafat yang membahas mengenai pengetahuan atau kebenaran ditinjau dari segi bentuknya.


Penulis: Drs. Sudadi, M.Hum