Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Keistimewaan Dari Puisi

Anak mana pun bisa menulis puisi, bukan saja anak sastra yang bisa menulis puisi. Sepanjang orang itu mau menulis dan mau belajar menulis puisi dia pasti bisa menulis puisi. Apakah dia anak hukum, dia anak teknik, dia anak ekonomi, dia anak kedokteran, bahkan yang tamat TK atau SD pun dia pasti bisa menulis puisi sepanjang dia mau belajar dan mengerti bagaimana aturan menulis puisi.

Sang pecinta karya seni.

Ingat!! Puisi itu kaya makna. Dalam puisi kita juga bisa memberi kritik, saran, dan ajakan. Bahasa puisi itu bahasanya lembut dan bijak. Kritik "pedas" pun dapat di sampaikan dengan tutur bahasa mendayu-dayu dalam puisi.

Terus bagaimana dengan "OPINI"? Kalau lewat opini mana bisa? Bahasa opini terlalu "kasar" menurut saya. Lagian, opini itu cepat mati. Ia hanya hidup pada saat isu itu muncul. Opini akan dilupakan seiring bergeraknya waktu. Kalau puisi, tidak akan mati.

Puisi akan hidup terus sepanjang zaman. Puisi tidak pernah cepat di tinggalkan orang. Hari ini kau boleh membuang puisi, tapi suatu saat nanti bukan berarti dengan kau membuangnya puisi itu mati. Tidak, roh puisi itu akan hidup selamanya. Dia tidak akan mati hanya karena zaman berubah, waktu berlalu, atau manusia mati.

Kalau opini?, penulisnya meninggal, opininya akan ikut meninggal. Tidak akan ada lagi yang menanyakan kemana opinimu saat kau telah meninggal. Bedakan dengan puisi?, meskipun penulisnya sudah mati, puisi itu akan terus di cetak oleh penerbit dan dibaca oleh orang lain".

Tapi satu hal yang harus kalian ingat, jagan pernah menyuruhku untuk membaca puisi di atas panggung yang di saksikan oleh tatapan mata orang banyak. Kenapa? Karena saya masih terlalu bodoh untuk berekspresi, masih parah dalam hal berirama dan berima, apalagi dengan sikap pemalunya saya yang dapat merusak artikulasi atau kejelasan suara pada saat membaca puisi. Inilah alasan saya menggapa saya tidak bisah membacakan puisi di depan orang banyak, apalagi didepan para pakar puisi dan seniman. Saya tidak bisah.


Penulis: Adhye Panritalopi
Dikutip dari Kompasiana