Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bagaimana Mungkin Cinta Tuhan bisa Melepaskanmu Pergi

Maulana Rumi sang penyair kitab Fihi Ma Fihi.

Maulana Rumi lahir di kota Balik, salah satu kota di daerah Kurasa, pada Rabi'ul Awal 604 H atau 30 September 1207 M. Dalam perjalanan hidupnya, Maulana Rumi terkenal dengan dua buah karya yang mengupas tentang sastra. Di antara kitabnya ada yang redaksinya berbentuk prosa dan ada pula yang susunannya berbentuk macam. Salah satu kitabnya yang paling terkenal ialah "Ahadist Maulana Jalal al-Din al-Rumi, Syair al-Shufiyyah al-Akbar" atau yang di kenal dengan Kitab Fifi Ma Fifi.

Dalam Kitab Fihi Ma Fifi ini, terdapat pasal tentang "Bagaimana Mungkin Cinta Tuhan Bisa Melepaskanmu Pergi?" Pada pasal ini, Maulana Rumi berkata, dan berikut adalah perkataan Maulana Rumi.

Jika aku tampak kurang dalam bersyukur, penghargaan, dan sanjungan atas derasnya kebaikan, usaha, dan dukungan yang kalian berikan kepadaku saat aku ada maupun tidak ada, itu bukan berarti aku sombong, tidak peduli, atau tidak tahu cara membalas semua kebaikan kalian.

Akan tetapi karena aku sadar dari kemurniaan kalian bahwa kalian melakukan semua itu dengan tulus karena Allah semata, jadi aku membiarkan Allah yang akan berterima kasih langsung kepada kalian, selama kalian melakukan semua hal ini karena-Nya.

Jika aku menyibukkan diri untuk berterima kasih padamu, dengan memuliakan dan memujimu, maka seolah-olah sebagian pahala yang telah dipersiapkan Allah kepadamu telah tersampaikan, dan bonus yang hendak Dia berikan telah terbayarkan. Karena untuk tawaduk, ucapan terima kasih, dan pujian tersebut merupakan bagian dari kesenangan dunia.

Ketika di dunia ini kamu diuji dengan beberapa musibah seperti mengorbankan harta dan jabatan, maka ganti yang paling utama adalah dari Allah SWT. Oleh karena itu, aku tidak menyampaikan rasa terima kasih dan syukur kepadamu karena semua itu bersifat duniawi.

Tidak ada seorang pun yang bisa memakan harta. Seseorang mencari harta untuk mendapat sesuatu yang lain, bukan harta itu sendiri. Dengan harta, seseorang bisa membeli seekor kuda, pelayan perempuan, dan budak. Kemudian mereka menunjukkan kekayaan-kekayaan itu agar ia mendapat pujian dari manusia. Jadi, dunia inilah yang dijunjung tinggi, dihormati, dan dipuji-puji.


Maulana Jalaluddin Rumi
Sumber: Fihi Ma Fihi. Pasal 26.