Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mega Petaka Sektor Perikanan Dan Kelautan


Kembali dunia Perikanan dan Kelautan dirundung malang. Praktek salah urus sektor ini benar-benar fatal, karena tidak disandarkan secara objektif pada kondisi dan perkembangan budaya dan pengetahuan masyarakat bahari. Ilmu pengetahuan Perikanan dan Kelautan tidak diadopsi secara benar dan utuh seiring sejalan perkembangan budaya, pengetahuan masyarakat bahari, termasuk didalamnya karakteristik sumber daya Perikanan dan Kelautan.

Di semua lini, masyarakat bahari dilemahkan dan yang paling nyata adalah "kedaulatan" mengakses ruang dan area produksi. Bahkan, belakangan perahu tradisional yang berukuran kecil dan dibuat secara tradisional harus diukur oleh pihak "berwenang", padahal itu adalah bagian dari kemerdekaan nelayan yang merupakan tahap paling mendasar untuk turun melaut dan merancang secara mandiri alat produksinya.

Jumlah nelayan terus berkurang, masyarakat bahari menjadi kantong-kantong kemiskinan. Dua fakta yang mengindikasikan sangat jelas persoalan Perikanan dan Kelautan kita. Ada pertanyaan mendasar, kebijakan kelautan dan perikanan kita sebenarnya tujuannya untuk apa ?

Apakah masyarakat bahari kita lemah dan tidak mampu menjaga, menguasai laut dan memanfaatkan sumber daya terkandung didalamnya ? Sejarah membuktikan bahwa mereka mampu, asalkan diberi kedaulatan, dilindungi kepentingan dan aktivitas mereka.

Ingat, dalam sistem tata-ruang laut (RZWP3K) rekognisi hubungan nelayan dan pembudidaya ikan dengan ruang produksi semakin dilemahkan. Dalam tata-ruang darat (RTRW) rekognisi pemukiman masyarakat bahari semakin terancam dan tidak terlindungi.

Apa yang kita dengar saat ini terkait pimpinan KKP hanyalah petaka kecil. Mega petaka sesungguhnya adalah hilangnya budaya, pengetahuan, kedaulatan dan generasi masyarakat bahari Indonesia.

Hanya ada satu jalan untuk mengembalikan kejayaan bahari kita, yaitu dengan mengembalikan, melindungi, dan memajukan kedaulatan dan kualitas masyarakat bahari.

#ANTRA Sulut


Penulis : Dr. Ir. Rignolda Djamaludin, M.Si
Sumber : (facebook) Rignolda Djamaludin