Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Aristoteles ; Tujuan Akhir Dari Hidup Manusia


Apa yang dimaksud dengan tujuan akhir (utama) manusia?

Menurut Aristoteles, tujuan tertinggi sebagai makna terakhir hidup manusia adalah kebahagiaan (eudaimonia). Karena apabila sudah bahagia, orang tidak memerlukan apa-apa lagi. Tidak masuk akal jika orang masih mencari sesuatu yang lain lagi apabila ia sudah bahagia. Kebahagiaan itu adalah baik pada dirinya sendiri. Kebahagiaan bernilai bukan karena demi nilai lain yang lebih tinggi, melainkan karena demi dirinya sendiri. Semua tujuan yang lain bermuara pada kebahagiaan sebagai tujuan terakhir.


Bagaimana gambaran keadaan manusia yang telah mencapai tujuan akhir (utama)?

1) Hidup Bijaksana
Keadaan manusia yang telah mencapai tujuan akhir adalah mereka telah memiliki kebijaksanaan, hidup sempurna dengan mencintai kebenaran-kebenaran abadi, mampu merasakan cukup dalam sagala hal atau tidak rakus dan tamak. Unsur kebijaksanaan adalah unsur tujuan akhir yang paling utama.

2) Hidup Kerkeutamaan
Keadaan manusia yang hidup dalam berkeutamaan ”arete” mampu bertindak adil dan berani, melakukan tindakan yang telah dikontrakkan/dijanjikan atau ”satya wacana” dan melaksanakan kewajiban sesuai dan berkaitan dengan kontrak, serta melakukan semua tindakan yang harus dapat dipertanggungjawabkan. Unsur berkeutamaan adalah unsur kedua dalam tujuan akhir manusia.

3) Selalu Merasa Senang
Keadaan manusia yang hidup mampu merasakan kenikmatan atau rasa senang, menikmati rasa senang merupakan buah hasil hidup berkeutamaan artinya orang yang baik senang hidupnya. Unsur rasa senang adalah unsur ketiga dari tujuan akhir manusia.

4) Banyak Sahabat, Sehat, Kaya, dan bernasib baik
Keadaan manusia yang hidup memiliki banyak sahabat, sehat jasmani dan rohani atau tidak sakit-sakitan, memiliki kekayaan (jika orang hidup kekurangan maka tidak bahagia), dan keadaan manusia yang telah mencapai tujuan akhir juga ditunjukkan bahwa manusia tersebut dipenuhi keberuntungan dan nasib baik dan selanjutnya unsur ini disebutkan sebagai unsur turunan atau tambahan dari tiga unsur lain di atas yakni, kebijaksanaan, berkeutamaan, dan rasa senang.


Mengapa ada manusia yang tidak mencapai tujuan akhir (utama)?

1) Ambisi yang berlebihan
Karena tujuan akhir manusia adalah kebahagiaan, dan kebahagiaan tersebut terpusat pada diri sendiri dan sangat sebyektif dan bersifat relatif bagi setiap manusia, jika manusia tidak mampu mengontrol ambisi diri yang berlebeihan maka seseorang tidak mampu bersikap adil, selalu merasa kurang, tidak pernah merasa puas diri, dan akhirnya seseorang manjadi sangat rakus dan tamak dan pastinya dia tidak akan mendapatkan kebijaksanaan tersebut. Artinya jika penafsiran kebahagiaan bersifat subyektif maka manusia tidak mencapai tujuan akhir kebahagiaan karena mereka tidak pernah ”merasa” bahagia.

2) Terlalu Mementingkan diri sendiri 
Kebahagiaan ala Arestoteles menurutnya dapat dicapai pada saat manusia masih hidup dan sifat dari kebahagiaan tersebut bersifat amanen atau duniawi. Kontemplasi dalam pemikiran Aristoteles tidak berarti pertemuan atau persatuan dengan sesuatu di luar atau di atas manusia, melainkan pemenuhan bakat/kemampuan manusia yang paling tinggi, kemampuannya untuk melakukan kegiatan yang sifatnya mencukupi pada dirinya sendiri (self-sufficient) artinya seseorang bisa terjebak pada hal-hal yang bersifat mementingkan diri sendiri untuk mewujudkan kebahagiaan tersebut, jika manusia terjebak pada sifat mementingkan diri sendiri seseorang akan dengan mudah tidak memenuhi janji-janji yang pernah dikontrakkan atau dikrarkan dan cenderung berpihak pada hal-hal yang dapat menguntungkan dirinya sendiri. Pada saat inilah seseorang tidak dapat merasakan kebahagiaan.

3) Sakit-sakitan, kurang bisa bergaul, hidup miskin, kurang beruntung
Ironis sekali, Arestoteles memandang kebahagiaan juga dapat digambarkan bahwa seseorang yang sakit-sakitan tidak akan merasa bahagia, orang yang tidak memiliki banyak teman akan merasa tidak bahagia, orang yang kehidupannya miskin tidak akan merasa bahagia, dan seseorang yang sering mendapat musibah atau bencana atau kurang beruntung dianggap tidak akan merasa bahagia. Artinya tujuan akhir manusia tidak akan tercapai jika mereka sakit-sakitan, tidak banyak teman, miskin, atau dikodratkan bernasib buruk karena dalam kondisi seperti ini tidak mungkin seseorang merasa bahagia.


Penulis: I Gusti Bagus Rai Utama