Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara


Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) adalah daerah otonom hasil pemekaran dari kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) Provinsi Sulawesi Utara. Keputusan penetapannya sebagai daerah otonom dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dalam sidang Paripurna tanggal 8 Desember 2006. Kemudian UU pembentukannya disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 2 Januari 2007, untuk kabupaten Bolmut ditetapkan menjadi Undang–Undang Nomor 10 Tahun 2007.

Kabupaten Bolaang Mongondow yaitu daerah induk yang melahirkan 2 daerah otonom (Kabupaten dan Kota) merupakan kabupaten dengan wilayah terluas di Sulawesi Utara. Kabupaten ini merupakan hasil pembentukan/pemekaran daerah decade 1950-an, tepatnya tanggal 23 Maret 1954. Proses pemekaran kabupaten Bolaang Mongondow Utara yang beribukotakan di Boroko memakan waktu sekitar 8 tahun. Kurun itu dihitung sejak pertemuan awal pembicaraan niat pemekaran daerah yang dilaksanakan di Desa Bigo Kecamatan Kaidipang pada 30 Desember 1999, hingga saat penetapan UU No. 10/2007 pada tanggal 2 Januari 2007. Dalam pertemuan itu tokoh-tokoh muda dari tiga kecamatan bertukar gagasan serta saling membangun komitmen untuk memekarkan daerah mereka. Kala itu dalam asumsi mereka wilayah yang hendak dimekarkan adalah tiga kecamatan, yaitu: Kecamatan Kaidipang, Bolang itang dan Bintauna. Tiga kecamatan tersebut merupakan wilayah bekas dari tiga kerajaan, yaitu Kerajaan Bintauna, Kerajaan Bolangitang dan Kerajaan Kaidipang.

Dua kerajaan terakhir sebagaimana catatan sejarah pada awal abad ke-20 akhirnya menyatu. Disebut ini terjadi pada 12 Agustus 1912 saat Residen raja untuk menyatukan kerajaan Besar. Catatan lain menyebut penyatuan baru tercapai pada tanggal 31 Juli 1913. Pimpinan dari gabungan dua kerajaan itu nanti, yaitu Raja Ram Suit Pontoh.

Membahas tentang gagasan pemekaran, maka pada tanggal 30 Desember 1999 bertempat dirumah Isma Rahman di Desa Bigo Kecamatan Kaidipang. Pertemuan itu sekedar lanjutan dari kongko-kongko pinggir jalan dan menyepakati pemberian nama ‘Binadow’ bagi daerah yang ingin diperjuangkan. Ini adalah akronim dari tiga wilayah yang dulu merupakan wilayah kerajaan awal, yaitu ‘Bi’ di ambil dari inisial Bolangitang, ‘na’ di ambil dari Bintauna, sedang ‘dow’ tak lain adalah nama-nama daerah pemerintahan tradisional itu, pemekaran seolah menghidupkan struktur pemerintahan tradisional yang pernah ada. Pertemuan itu, di antaranya, berhasil menyusun struktur tim pengawal gagasan pemekaran itu. Organisasinya berbentuk presidium, lengkapnya mereka menyebutnya Presidium Binadow. Di dalamnya, duduk para penggiat awal pemekaran dari tiga kecamatan. Para personil presidium awal itu terdiri dari L.H. Humokor, R.P. Harundja, Hirota Pontoh, BA, Ir. Sardianto Ponongoa, Alison Patadjenu dan Drs. Asripan Nani yang dipercayakan menjadi sekertaris presidium.

Tugas utama dari Presidium adalah mensosialisasikan gagasan pemekaran Binadow; mengkomunikasikan aspirasi ini pada Bupati serta pihak DPRD Bolaang Mongondow (Bolmong); serta melaksanakan deklarasi pemekaran kabupaten Binadow pada 15 Februari 2000. Sebagaimana rencana, untuk lebih mengkukuhkan dukungan masyarakat luas, pada tanggal 15 Februari 2000 digelar Apel Akbar deklarasi Kabupaten Binadow bertempat di lapangan kembar Boroko. Apel ini pantas disebut sebagai tapak awal pembentukan kabupaten yang kini dikenal sebagai Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmong Utara). Tiga tahun pasca deklarasi itu pemerintah kabupaten Bolaang Mongondow mulai masuk pada posisi memfasilitasi aspirasi masyarakat itu. Di antara yang dilakukan pemerintah adalah memekarkan beberapa kecamatan, misalnya, kecamatan Bolangitang di mekarkan jadi dua, yakni Kecamatan Bolangitang Timur dan kecamatan Bolangitang Barat. Berhasil juga memekarkan Kecamatan Kaidipang yang menambah satu satuan administrasi tingkat kecamatan baru, yaitu Kecamatan Pinogaluman Serta, secara khusus untuk Kecamatan Sangkub dimekarkan satu kecamatan tambahan, yaitu Kecamatan Sang Tombolang.

Khusus tentang posisi Kecamatan Sangkub, yang sebelumnya belum terlibat dalam aspirasi pemekaran, justru pasca pemekaran. Awalnya itu sekadar dinyatakan Subhan Hassan, namun kemudian menjadi aspirasi utuh kecamatan Sangkub. Artinya, pada tahun 2003, sudah enam kecamatan yang bergabung dan punya niat yang sama, yaitu bersatu padu memekarkan sebuah daerah otonom baru, yaitu: Pinogaluman, Kaidipang, Bolangitang Barat, Bolangitang Timur, Bintauna dan Sangkub. Jumlah kecamatan ini memperkuat keterpenuhan syarat-syarat-syarat pemekaran sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000. Meski sebenarnya dalam aturan itu, tiga kecamatan saja sudah cukup sebagai syarat minimal pemekaran kabupaten.

Tiga tahun sesudahnya (2003), kegiatan Apel Akbar Deklarasi awal itu hendak diperingati dan dikukuhkkan kembali. Kali ini mengambil tempat di lapangan Inomasa (berarti ‘keramat’). Pertemuan besar kedua ini pantas dicatat tak sekedar niat selebrasi semata. Karena, lewat kegiatan ini para penggiat pemekaran berniat memupuk kembali motivasi menuju pemekaran yang makin diidamkan masyarakat. Berkaitan pelaksanaan peringatan itu lahir komitmen dan langkah-langkah penyempurnaan perjuangan, di antaranya pembenahan organisasi pelaksanaan perjuangan pemekaran. Tim Sembilan berhasil ditetapkan dan diberi mandat melakukan penyempurnaan komposisi dan fungsi presidium mereka terdiri dar:
  • J.A. Pontoh 
  • Ir. Sardianto Ponongoa 
  • Faisal Husin 
  • Abdul Mutoh D.G Mulisah S.Pd 
  • D.J. Salamu 
  • Uon Ponamon 
  • Suriansyah Korompot S.H. 
  • Kamarudin Babay 
  • Sartono Dotinggulo 

Tim ini sontak menetapkan Drs. Asripin Nani menjadi ketua Presidium Pemekaran Binadow pada rapat tanggal 2 Februari 2003. Sayang, karena kesibukan sang figure yang dipilih, yaitu masih berdomisili di Gorontalo kala itu dan sedang menyelesaikan S-2, karena itu, penetapannya dirasa perlu ditinjau. Untunglah saat peringatan tiga tahun deklarasi pemekaran Binadow pada tanggal 15 Februari 2003, Tim Sembilan akhirnya berhasil melakukan penyempurnaan kepengurusan lagi, di samping menetapkan nama baku organisasi manjadi, Dewan Presidium Pembentukan Kabupaten Binadow (DPPKB). Tim Sembilan menentukan pengurus Dewan Presidium yang ketua Umumnya dipercayakan pada Christofel Buhang S.Sos, sedang sekertaris Umum pada Drs. Asripin Nani, pembenaran struktur ini terbilang pekerjaan strategis, karena galibnya pemekaran memang bukan pekerjaan gampang, apalagi sepele.

Berbagai persiapan kelengkapan kajian wilayah, ekonomi, sosial, budaya dan politik sangat diperlukan sebagaimana bunyi PP No. 129/2000. Karena itu, latar belakang dari dua pengurus inti yang dipilih diasumsikan akan sangat cocok memperkuat kinerja organisasi. Karena, ketua presidium posisinya kala itu adalah anggota DPRD kabupaten Bolaang Mongondow, sedang sang sekertaris, seorang birokrat di lingkungan Pemda Kabupaten Bolaang Mongondow.

Dua hari setelah terbentuknya DPPKB, ketua dan sekertaris segera menggelar rapat. Di antara hasilnya, adalah: komitmen presidium untuk mengoptimalkan sosialisasi pemekaran. Pemekaran harus dibuat menjadi kebutuhan segenap masyarakat Binadow, bukan kalangan elit saja. Presidium juga bersepakat akan melakukan silaturahmi keberbagai masyarakat Binadow di rantau, yaitu di Palu, Gorontalo, Manado dan Kotamobagu. Ini demi menggalang lobi politik yang diperlukan untuk menggolkan aspirasi pemekaran itu. Bahasan lain pada pertemuan itu adalah niat menggelar pertemuan itu adalah niat menggelar pertemuan akbar bertajuk Silaturahmi Nasional Masyarakat Binadow di Boroko. Sesudah rapat, semua agenda pembicaraan segera ditindaklanjuti. Untuk sosialisasi, justru dalam bebagai pertemuan sosialisasi pemekaran dengan berbagai kalangan masyarakat malah membuat kesepakatan untuk memasang papan plang kecil bertuliskan Binadow yes di depan rumah di seluruh desa, mulai dari Kecamatan Sangkub sampai perbatasan di Kecamatan Pinogaluman. Ini artinya, tugas pertama sosialisasi presidium sudah terlaksana dengan baik. Sedang, untuk menunaikan tugas kedua, dalam bulan Februari 2003 dilakukan serangkaian kunjungan silaturahmi.

Di kota Palu, Sulawesi Tengah, pertemuan dilaksanakan bertempat di rumah kediaman Mohdar Korompot. Di Provinsi Gorontalo, di rumah keluarga Drs. H.H. Datunsolang. Di kotamobagu di rumah Drs. Asripin Nani, sedang di Manado pada rumah kediaman Drs. Lexy Gobel. Dari pertemuan itu terbentuk komitmen yang lebih kuat di antara para elit Binadow untuk menyatukan kekuatan lobi mereka menuju pemekaran. Pasca serangkaian pertemuan di berbagai kota dengan para tokoh Binadow, dewan presidium melangkah ke puncak, yaitu menggelar rapat-rapat persiapan pelaksanaan acara silaturahmi Nasional Masyarakat Binadow. Sebelum menggelar acara itu presidium tercatat sempat melakukan dialog dengan Ketua DPRD Kabpaten Bolaang Mongondow Drs. M.F. Manoppo dan Wakil Ketua DPRD Soenardi Soemanta S.Ip ihwal aspirasi pemekaran Binadow.

Hasil pertemuan itu sangat membesarkan hati, karena pimpinan DPRD menyatakan mendukung dan berjanji memproses aspirasi itu, yaitu setelah pihak DPRD menerima proposal studi kelayakan calon daerah mekaran. Pertemuan ini jelas sangat penting, karena dukungan dari pihak DPRD notabene merupakan salah satu syarat politik penting untuk mewujudkan pemekaran sebagaimana aturan PP 129/2000.

Acara silaturahmi Nasional Masyarakat Binadow akhirnya dapat diwujudkan pada 17 Mei 2003 di lapangan kembar Boroko. Keberhasilan itu merupakan kerja keras presidium terutama ketua pelaksana acara Ust. Nahumpang dan sekertarisnya Moh. Sidik Binol. Dalam acara ini hadir pihak pemerintah, yang diwakili Asisten I Pemkab Bolmong Drs. Fredy Roringkon. Juga dihadiri pimpinan dan para anggota DPRD Kabupaten Bolaang Mongondow, masyarakat dan para elit dari rantau (Jakarta, Makassar, Palu, Papua, Gorontalo, Kotamobagu dan Manado) serta ribuan masyarakat calon daerah mekaran dari kecamatan Sangkub hingga Pinogaluman. Kegiatan silaturahmi nasional tersebut, diantaranya, menghasilkan rekomendasi untuk:
  1. Menyusun dokumen kelayakan dan analisis potensi wilayah sebagai syarat resmi pemekaran. 
  2. Menyepakati agenda untuk mengadakan pertemuan dengan pemerintah kabupaten Bolaang Mongondow dan Provinsi Sulawesi Utara serta pihak DPRD Bolmong dan Sulawesi utara; sera. 
  3. Mencapai kesepakatan menggalang sunber dana untuk menunjang perjuangan pemekaran. 

Semua rekomendasi itu langsung ditindaklanjuti presidium. Di antaranya, mengadakan pertemuan tanggal 23 Juni 2003 dengan pemerintah kabupaten induk, baik eksekutif maupun legislative serta pertemuan dengan Bupati Bolaang Mongondow Marlina Moha Siahaan terjadi dalam suasana kekeluargaan. Bupati berjanji akan memberikan dukungan, termasuk dana bagi proses perjuangan pemekaran itu. Selanjutnya presidium meminta agar Bupati mengeluarkan rekomendasi untuk pemekaran. Rekomendasi itu tak pelak merupakan salah satu kunci untuk terwujudnya pemekaran nanti. Rekomendasi itu akhirnya dikeluarkan pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow pada 12 Oktober 2003. Lebih 4 bulan sesudah dimintakan secara langsung oleh presidium. Sekembali dari pertemuan dengan pihak DPRD Bolmong pada mei 2003, presidium segera memacu upaya untuk memenuhi permintaan DPRD untuk proposal pemekaran itu lengkap dengan segenap criteria dan pemenuhan berbagai indicator dalam PP 129/2000. Untuk itu Dewan Presidium membentuk tim khusus penyusun proposal yang terdiri dari: Sirajudin Lasena S.E., Arter Datunsolan. S.Pd., Suriansyah Korompot S.H., dan Rudi Buhang. Dengan arahan dari konsultannya, yaitu Dr. Noval Launa S.E. DEA. Tim ini bekerja keras selama tiga minggu guna memenuhi segenap kriteria dan tuntutan yang detil digariskan PP No. 129/ 2000.

Hasil kerja tim ini pun masih dibahas di tingkat presidium untuk penyempurnaan dan finalisasinya. Di antara kriteria-kriteria yang dirangkum dan dihimpun dalam kajian itu adalah perkiraan jumlah penduduk calon daerah baru itu dihitung sejumlah 81.879 jiwa. Jumlah perkiraan itu agak tinggi. Mungkin karena memasukkan data penduduk kecamatan sangkub sebelum pemekaran kecamatan ini. Tercatat jumlah penduduk pada tahun 2008 adalah 68.142 jiwa yang terurai menjadi laki-laki: 35.197 jiwa dan perempuan 32.945 jiwa serta jumlah rumah tangga 17.621 kepala keluarga. Luas wilayahnya dalam dokumen awal pemekaran adalah 1.843,92 km2. Ibukota kabupaten tetap diletakkan di Boroko. Boroko merupakan ibu negeri dari kerajaan kaidipang Besar sejak tahun 1913 dan berkembang terus sebagai kota kecil. Jumlah wilayah yang akan dimekarkan adalah 6 Kecamatan dengan 52 desa dan 1 kelurahan.

Pada tahun 2008, jumlah desa telah berkembang menjadi 72 desa. Wilayah kabupaten baru itu dirumuskan secara geografis berada di jalur Trans Sulawesi, wilayah lautannya yaitu bagian Utara-nya seluas 54.740 ha, terletak di tepian Laut Sulawesi, sedang batas bagian Barat ke wilayah Gorontalo. Adapun bagian timur dan selatan-nya berbatasan dengan wilayah kabupaten Bolaang Mongondow. Untuk aspek ekonominya, PDRB per kapita kabupaten calan di mekarkan adalah Rp. 4.271.452 dengan pendapatan asli daerah potensial Rp. 9.883.000.000,-. Pertumbuhan ekonominya saat itu adalah 6,17%. Berbagai sumberdaya alam terdapat idengan luas 6.268 ha; perkebunan dengan luas keseluruhan 14.771 ha, terutama komoditas kelapa. Di samping itu, terdapat pertambangan emas dan granit serta potensi pariwisata alam dan budaya yang eksotis. Proposal itu juga memuat segenap detil criteria pemekaran daerah sebagaimana diatur dalam PP 129/2000, di antaranya rincian infrastruktur ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang ada, aspek sosial budaya, aspek sosial budaya serta aspek sosial politik.

Setelah kajian kelayakan pemekaran dianggap tuntas pada tanggal 23 Juni 2013 presidium lantas melakukan perjalanan ke ibukota kabupaten Bolmong di Kotamobagu. Jarak Boroko ke Kotamobagu biasanya ditempuh empat jam perjalan darat. Jarak yang jauh ini telah menjadi salah satu alas an mengapa pemekaran itu bersifat niscaya. Sesampainya di Kotamobagu tim langsung menuju ke gedung Kinalang DPRD Bolmong untuk menyerahkan proposal detil aspirasi pemekaran. Dokumen yang sama juga diberikan pada Bupati Bolaang Mongondow sebagaimana diuraikan di atas. Sejak saat itu presidium berupaya untuk bertemu dengan bupati. Proposal yang dimasukkan itu ternyata masih perlu disempurnakan lagi.

Singkat cerita sampailah kisah perjuangan pemekaran itu pada tahap ketika Bupati Bolaang Mongondow dan Gubernur Sulawesi Utara Drs. AJ. Sondakh melakukan kunjungan ke wilayah Binadow, tepatnya ke mesjid Baiturrahman di Desa Boroko, Kecamatan kaidipang. Pada kesempatan itulah tercatat Bupati Bolaang Mongondow Utara. Perubahan nama itu diterima oleh para pejuang pemekaran dalam presidium. Karena memang yang menjadi sasaran mereka bukanlah soal nama, tetapi hakikatnya adalah bagaimana pemekaran unit pemerintahan baru dapat diwujudkan secepat mungkin. Sejak perubahan nama itu, berbagai penyesuaian kemudian harus dilakukan. Di antaranya, penyempurnaan proposal usulan pemekaran yang sudah dimasukkan. Karena itulah pada tanggal 15 September 2003 presidium kembali memasukkan proposal yang sudah diperbaiki, kini nama kegiatan dalam proposal itu adalah ‘Usulan Pemekaran Kabupaten Bolaang Mongondow Utara’.

Pada bulan November 2003 kemudian Bupati Bolaang Mongondow juga mengeluarkan surat keputusan Nomor 343 Tahun 2003 yang isinya adalah membentuk panitia pemekaran Kabupaten Bolaang Mongondow. Di antar tugasnya adalah untuk mewujudkan pemekaran Kota Kotamobagu dan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Ketua panitia pemekaran Bolaang Mongondow Utara dipercayakan pada Drs. Jainudin Damopolii. Adapun koordinator untuk wilayah Bolaang Mongondow Utara dipercayakan kepada Drs. Asripin. Meski sudah ada panitia pemekaran hasil bentukan pemerintah daerah, tapi tidak menyurutkan semangat dan fungsi presdidium pemekaran hasil prakarsa masyarakat. Presidium terus bekerja mengiringi dan menjadi pengawal aspirasi tulen mereka itu. Bahkan pada waktu kemudian kedua struktur organisasi itu saling bekerja bersama dengan membagi detil peran serta ruang tugas masing-masing. Panitia pemekaran biasanya lebih berfokus pada upaya-upaya penyiapan administrasi dan koordiansi dengan pemerintah pusat, dan lobi ke DPR, sedang presidium terfokus pada penyiapan willayah dan masyarakat Bolaang Mongondow Utara.

Gayung usulan pemekaran dari panitia pemekaran dan dewan presidium ke Jakarta ternyata bersambut setahun kemudian. Berbagai kunjungan lembaga serta pihak-pihak yang berkewenangan untuk memutuskan pemekaran daerah terjadi silih berganti. Pertama, pada tanggal 16 Juli 2004, Komisi II DPRRI melakukan kunjungan kerja wilayah calon mekaran, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Kunjungan serupa juga dilakukan oleh dewan pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) pada tanggal 20 Oktober 2004. Kunjungan-kunjungan ini jelas merupakan langkah dalam standar prosedur menuju pemekaran sebagaimana diatur PP 129/2000. Setelah dua kunjungan itu, satu tahun sesudahnya, pemekaran belum juga terwujud. Sesdudahnya, pemekaran belum juga terwujud. Presidium akhirnya memutuskan melakukan serangkaian lobi dan tekanan ke pihak DPR, DDP dan Depdagri, yaitu pada tanggal 15 Mei 2005. Tujuannya semata untuk mendorong agar proses pemekaran dapat berjalan pasti dan lebih cepat. Sebagai responnya, 15 November 2005. Panitia Ad Hoc I DPD RI melakukan kunjungan kerja diwilayah Bolaang Mongondow utara.

Kemudian pada 12 Juli 2006. Komisi II DPR RI juga melakukan kunjungan kerja kedua. Lantas diikuti pihak DPOD pada 24 Juli 2006. Dari rangkaian kunjungan tiga badan yang berwenang memproses pemekaran daerah, masyarakat Bolaang Mongondow Utara semakin yakin pemekaran daerah sudah di pelupuk mata. Aroma pemekaran sudah terbuai di ujung hidung. Dan, akhirnya pada tanggal 8 Desember pagi jam 11:30 WIB, sidang paripurna DPR RI di ruang Paripurna Nusantara II sepakat menetapkan paket paket pemekaran 16 daerah otonom baru, di antaranya Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Penetapan itu disambut suka cita oleh para anggota dewan presidium, panitia pemekaran, pemerintah kabupaten Bolmong dan pemerintah Sulawesi Utara di atas balkon gedung Nusantara II itu. Kabar itupun segera disampaikan ke Boroko dan berbagai wilayah lain Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dan disambut sukacita masyarakat. Ketetapan 16 daerah otonom baru itu kemudian diundangkan, untuk Kabupaten Bolaang Mongondow Utara menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2007. Itu tepatnya terjadi pada 2 januari 2007.

Seiring dengan disyahkan undang-undang pembentukan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara maka pada tanggal 23 Mei 2007 Menteri Dalam Negeri a.d Interim Widodo AS, melantik Penjabat Bupati Bolaang Mongondow Utara Drs. H.R. Makagansa, M.Si sebagai Penjabat Bupati, maka sejak saat itulah roda pemerintahan mulai dijalankan sebagai sebuah daerah otonom baru.


Sumber:
Makagansa, H. R. 2008. Tantangan Pemekaran Daerah, Cetakan I. Jogyakarta – FusPAd, Plumbon Asri I