Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tak Bisa Tidur Diwaktu Tidur

Aku tak pernah bisa membuat sebuah cerpen. Tak akan pernah bisa. Bagiku, terlalu banyak yang ingin aku ceritakan dan selalu ingin kujadikan sebuah cerita yang tak pernah ada akhirnya. Karena menurutku membuat akhir dari sebuah cerita adalah seperti bunuh diri. Sangat sulit. Entah apakah nanti aku bisa membuat akhir dari cerita ini. semoga saja demikiaan. Ini adalah gaya bahasaku. Menurutku, masih banyak kurangnya, tak bisa berbasa-basi, dan terlalu banyak titik. Ya. Banyak titik, bukan? Aku banyak menggunakan kata Tanya dan hanya menulis sebuah cerita dari cara pandangku saja. Sangat subyektif.

Membuat banyak paragraf adalah hal baru dalam menulis bagiku. Ini terinspirasi sebuah cerpen yang aku tak tahu siapa penulisnya. Hanya saja aku merasa dia adalah penulis yang beruntung. Sekali lagi aku tak memujinya hebat, tapi hanya beruntung. Kembali dalam bentuk paragraf, aku benar-benar ingat dalam cerpennya yang sangat puitis, dia begitu rajin membuat paragraf dengan hanya terdiri tiga kalimat di dalamnya. Aku mencoba menirunya, karena kurasa dengan gaya seperti itu sangatlah berbeda dengan gayaku yang selalu menulis lurus dan dengan bahasa yang sama sekali tak bisa disebut puitis.

Kenapa aku menyebutnya sebagai penulis yang beruntung? Aku tahu dari setiap akhir cerpennya, dia selalu menyelipkan sebuah kalimat tertuju kepada seseorang yang menginspirasinya. Aku takut untuk menjiplaknya disini, karena ketika nanti salah satu pembaca tulisanku ini adalah dia, pasti aku akan kena marah. Aku tak tahu apakah ini disebut dengan sebuah cerpen. Tak ada klimaks dan tokoh utamanya hanyalah diriku. Yang sama sekali tak mempunyai jalan cerita. Itulah kenapa kusebut, penulis cerpen tadi adalah seorang yang beruntung. Aku tak punya banyak kisah yang dapat kukisahkan dan aku sangat takut sekali membuat akhir sebuah cerita seperti dia. Memilukan.

Bagiku, ketika aku tak bisa tidur disaat aku seharusnya tidur itulah insomnia.

Cerpen ini kubuat dengan judul Insomnia, karena memang aku sedang insomnia. Pemahamanku tentang insomnia pun sangat sederhana. Bagiku, ketika aku tak bisa tidur disaat aku seharusnya tidur itulah insomnia. Mungkin jika ada seorang dokter membaca tulisanku ini, mereka akan tertawa terbahak. Ku akui, beberapa tahun belakangan aku seperti kehilangan kreativitas. Kehilangan semua imajinasiku. Entah bersembunyi dimana semua. Aku sangat ingin sekali membuat kalimat romantis. Kata orang, anak muda sangat mudah meluapkan rasa. Aku ingin bisa meluapkan rasa seperti anak muda lainnya. Dan kalau aku tidak salah, aku memang masih pantas disebut anak muda.

Sekali lagi aku bingung, apa masih pantas tulisanku ini disebut sebuah cerpen? Dan apa hubungannya dengan insomnia? Aku yakin, jika aku mengirimkan tulisan ini ke surat kabar atau majalah, mereka tak akan pernah mau memuatnya. Cerpen macam apa? Tak jelas. Nah itulah diriku. Aku ini memang manusia yang tak jelas. Yang jelas hanyalah jenis kelaminku yang laki-laki. Dan aku tak pernah meragukannya. Karena aku lelaki normal maka aku menyukai perempuan. Hidupku berjalan apa adanya. Memang banyak sekali liku dan tak jarang juga berjalan lurus. Tapi sekali lagi, bagiku (manusia yang tak jelas) seperti tidak ada apa-apa yang terjadi.

Aku tak punya cerita apapun. Ketika aku menulis ini, aku memang sedang mengalami insomnia. Aku tidur dikamar kos ku yang ukuran 2 x 3. Saat aku insomnia, aku teringat pada nenekku yang berusia sekitar 78 tahun. Mungkin lebih. Nenek lupa tahun kelahirannya. Kali ini aku sedikit punya alasan kenapa aku menjadi manusia yang tak jelas. Nenekku saja kadang tak jelas. (Sekali ku ingatkan kalau aku ini sangat subyektif).

Insomnia membuatku berpikir lebih banyak. Melihat sekeliling dengan lebih dalam. Melihatnya seperti melihat cerminan diri sendiri. Malam selalu pekat dengan segala rahasianya. Dengan segala cerita di dalamnya. Terkadang sempat terpikir olehku kenapa aku takut dengan malam. Kata orang karena malam itu gelap. Dan kegelapan itu disimbolkan sebagai suatu kejahatan.

Aku selalu takut ketika keluar malam hari. Dan ketika Insomnia seperti ini, pikiranku selalu berlari kemana-mana. Tapi dibalik semuanya, aku selalu berpikir malam adalah waktu yang paling tepat untuk merenung. Aku selalu takjup dengan kesunyiannya. Begitu hening dan menenangkan. Walau bagiku masih saja ada unsur ketakutan didalamnya.

Lupakan aku, aku memang manusia yang tak jelas. Dan tulisan ini, yang kusebut cerpen (sangat memaksa) memang tak ada hal menarik di dalamnya. Kau pun harus memakluminya karena penulisnya pun bukan penulis yang jelas. Kalau kau sebut diriku gila, silahkan saja. Asal kau tahu, aku pernah lebih gila daripada ini. dan tebak apa yang ada di benakmu, kau pasti sudah menebaknya. Inilah akhirnya. Tidak Jelas.