Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerpen: Pernikahan Settingan


Adakah yang tahu bagaimana rasanya menghadiri undangan pernikahan mantan? Bertahun-tahun pacaran rupanya tak lebih hanya menjaga jodoh orang. Melihat belahan hati bersanding dengan yang lain di pelaminan. Nyesek? Tentu saja! Tapi, ada yang lebih nyesek dari itu. Dipermalukan mantan di acara pernikahannya. Dihina layaknya sampah.

***

Langit malam bertabur bintang. Dengan bulan pucat yang menggantung setengah di atasnya.

Gadis bergaun merah jambu, dengan rambut lurus tergerai hingga punggung. Duduk di kursi tamu paling ujung. Mata menatap tajam ke arah pelaminan sementara mulut meracau sambil menyuap berpotong-potong salad buah dari atas piring. Yuri namanya.

"Harusnya, Kian, tuh, nikah ama aku! Bukan ama Raya! Ck! Bentuknya juga masih bagusan aku!" cerocos Yuri percaya diri seraya menyuap potongan melon ke dalam mulut.

"Lagian nih, ya. Dia mutusin aku tuh gada seminggu. Tau-taunya ngasih undangan gitu. Dasar, br*ngs*k! BR*NGS*K!!" Dimasukkannya lagi potongan buah yang kesekian sambil berkicau layaknya burung kenari. Tak ada jeda sama sekali.

Sakit hati tapi lapar. Sakit hati tapi gengsi mengakui. Itulah Yuri. Gadis absurd yang sebenarnya patah hati. Hanya berpura-pura tegar. Membohongi diri sendiri.

Jika biasanya menghadiri undangan pernikahan mantan diiringi derai air mata juga pilu yang mengharu. Tapi, beda sekali dengan Yuri. Ia justru meluapkan kekesalannya pada aneka hidangan yang tersaji. Sekalipun ia bergelar sebagai mantan sang mempelai.

Oke. Sekali lagi. Mantan.

"Dih! Masih aja ngedumel. Lagian kamu kesel-kesel gini masih juga sempet makan," dengus Andra kesal. "Kudunya gosah dateng sekalian. Malu-maluin, tau!"

Menoleh kemudian melotot. Tak peduli komentar Andra. Masih dengan mulut yang berjejal penuh aneka potongan buah. Yuri kembali mengomel.

"Kalau aku sedih, trus nangis kejer atau sampe ga dateng ke undangan Kian. Justru aku mempermalukan diri sendiri. Apa kata temen-temen kantor nanti? Yuri ga dateng di pernikahan mantan karena patah hati? OGAH!"

"Ck! Maksa!"

"Biarin!"

Tak lagi mempedulikan. Andra fokus saja menekuri kembali gawainya. Menasehati Yuri sama saja percuma. Buang energi.

"Serah kamu, deh," ucap Andra akhirnya.

***

Tamu yang datang hanyalah dari teman-teman kedua mempelai. Para sesepuh alias kedua orang tua mereka sudah menjamu di waktu pagi. Kian, Andra dan Yuri adalah rekan kerja satu kantor. Mereka hanya beda divisi saja.

Yuri dan Kian berpacaran selama tiga tahun. Sejak mereka berdua magang hingga akhirnya menjadi karyawan tetap di perusahaan.

Sejatinya kedua pasangan itu sudah mempersiapkan diri untuk menuju pelaminan. Sayangnya, godaan pangkat ternyata lebih menggiurkan.

Raya, anak pemilik perusahaan tempat Yuri bekerja rupanya tertarik pada Kian. Bisa dilihat, bukan? Tergiurnya Kian bukan sekadar tampilan fisik. Melainkan kedudukan.

Sementara Andra sendiri adalah pegawai baru yang keberadaannya belum ada satu tahun di perusahaan.

Diputuskan sepihak setelah mempersiapkan segalanya untuk membangun masa depan. Membuat hati Yuri hancur berkeping-keping. Belum genap satu minggu, diam-diam Kian justru menyebar undangan.

Seisi kantor heboh. Tapi tak berani ikut larut terlalu dalam. Bukan urusan.

Hanya satu yang peduli. Andra. Sebab ia pernah merasakan sendiri. Ditinggal mantan nikah pas lagi sayang-sayangnya.

***

Lantunan musik berpadu suara penyanyi berdengung bising sebagai hiburan. Di tengah sesaknya manusia yang mulai berdatangan tiba-tiba terdengar suara panggilan dari mic menggema di antara keriuhan orang-orang.

Musik terhenti. Penyanyi menepi sejenak.

"Yuri Nandini, hallo, cek! Cek!"

Yuri menghentikan suapan. Merasa terpanggil namanya oleh suara yang tidak asing.

"Kamu dipanggil, tuh!" Andra menggerakkan kepala ke arah panggung yang berjarak lebih dari lima meter.

"Tes! Tes! Yuri!" Kembali mic menggema menyebut nama Yuri. Gadis itu menoleh cepat ke arah sumber suara.

Degh!

Mata Yuri membulat. Kunyahannya terhenti. Ia mengerjap berkali-kali, memastikan pandangan.

Kian memanggil dari arah panggung. Berdiri dengan tangan kiri berkacak pinggang, sementara satunya lagi memegangi mic. Tatapannya menyisir seluruh kursi tamu hingga akhirnya berhasil menangkap Yuri. Seketika saja Kian menunjuk.

"Nah, itu dia gadisnya!"

Dubh! Dubh! Dubh! Jantung Yuri berdetak tak keruan.

Hadirin menoleh. Yang tak mengenal bertanya-tanya dalam hati. Sementara sebagian rekan kerja kantor yang hadir dan tahu hubungan Yuri dengan Kian justru penasaran. Termasuk Yuri dan Andra.

'Ada apa? Ada apa?'

"Hai mantan! Terima kasih sudah datang." Tegas dan tajam. Suara Kian mengambang di udara.

Yuri mengkerut kalut. Diremasnya lutut sendiri. Tak habis pikir dengan sebutan Kian padanya.

Suasana di dalam gedung aula seketika senyap. Kian melambaikan tangan ke arah Yuri. Para undangan menganga mendengar ucapan Kian barusan. Aldo, Riki, Maya, Serena dan Candra ikut menganga. Mereka adalah teman sekantor Yuri.

Sementara itu. Masih duduk di kursi paling ujung. Yuri diam menegang. Ditelannya dengan paksa sisa buah dalam mulut. Seret. Seperti hatinya yang mengkerut bersama nyali.

"Makasih udah dateng ke sini. Semoga segera dapet jodoh, ya? Sorry, aku nikah duluan," celetuk Kian tanpa ada segan. "Udah nemuin belahan jiwa cantik jelita. Kamu cepetan nyusul, ya!" Kian meraih mempelai wanita di sebelahnya. Merangkul cepat.

Pengantin perempuan di sebelahnya menatap Yuri merendahkan. Lantas tertawa terbahak bersama. Seolah mengejek Yuri dengan status mantannya.

Pemandangan tak menyenangkan itu membuat ketegaran Yuri yang sejak tadi dibangun perlahan patah. Digigitnya bibir sendiri. Kelopak matanya berembun. Nyeri di ulu hati. Sampai hati Kian berbuat demikian. Mempermalukannya di antara tamu undangan.

Semakin menjadi pusat perhatian. Tamu-tamu mulai berbisik. Membandingkan Yuri dengan Raya di atas panggung. Memang Yuri tidak lebih cantik. Ia semakin malu mendengar kasak-kusuk tersebut.

Mic masih dalam genggaman Kian. Candaan terus keluar dari mulutnya tanpa sedikitpun di filter.

Ada satu hati yang geram. Andra. Lelaki itu bangkit berdiri lantas meraih paksa tangan Yuri dalam genggaman.

"Ndra--"

"Diem. Nurut aja, oke!" Andra mendesis.

Berjalan beriringan. Langkah Andra terlihat pasti. Sementara di belakang, Yuri bingung hendak mengimbangi. Andra menyeret hingga mereka berdua berdiri tepat di atas panggung. Masih menjadi sorotan para tamu.

Ingin Yuri bertanya. Tapi bingung dengan sikap Andra yang tiba-tiba. Belum hilang rasa malu atas ulah Kian. Kini Andra justru membawanya naik, satu panggung ke atas pelaminan. Beberapa gawai mulai berkedip-kedip. Merekam dan juga mengambil gambar.

Seru. Sepertinya begitu.

Hadirin terus menyaksikan. Entah berapa banyak pasang mata yang tak berkedip sejak Kian memegang mic tadi.

Di atas panggung, Andra mengambil alih paksa mic dari tangan Kian. Disebelahnya sudah berdiri Yuri. Mata gadis itu sudah memerah sejak tadi.

"Mohon maaf atas ketidak nyamanannya. Sepertinya teman saya ini sudah lupa," ujar Andra geram sambil menatap Kian. Membuat pengantin baru itu seketika mengernyit.

Andra memutar tubuh. Menghadap ke arah tamu undangan yang semakin bisik-bisik.

"Yuri sudah ada calonnya dan itu adalah saya sendiri." Dirangkulnya Yuri sambil terus tersenyum.

Yuri menoleh, terkejut ingin membantah. Tapi, pandangan Andra telah mengunci dan menatapnya lamat-lamat. "Iya, 'kan, Sayang?"


Penulis : Amaliyah Aly