Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hijrah dan Rindu

Kisah haru dari seorang pendosa yang dalam kesehariannya tak luput dari perilaku lupa dan menyebabkan dirinya masuk dalam kategori dosa bagi anggapan agamawan.

Setiap perputaran waktu di lalui dengan penuh harap agar bisa keluar dari zona yang mengarahkan dia dalam kemunafikan diri demi mencapai hasrat duniawi.

Dengan dalih ingin berubah, ia pun mencoba mendekatkan diri dengan beberapa orang yang menurutnya paham mengenai persoalan agama. Hal yang ia lakukan tak sia-sia berbekal niat dengan tulus akhirnya mampu mengantarkan ia pada tataran yang bisa di sebut perbaikan diri (Hijrah).


Waktu berlalu, dalam perjalanannya menuju perbaikan diri tersebut bukanlah hal yang mudah. Sebab, begitu banyak rintangan dan tantangan melanda perjalanan hidupnya. Di suatu ketika datanglah badai yang amat kencang menghantam proses Hijrahnya dan membuat ia sempat memikirkan untuk berhenti sampai pada titik itu.

Kehadiran seseorang yang dengan tiba-tiba membuat ia merasa nyaman dengan perlakuan orang tersebut. Sosok yang membuat ia merasa nyaman tak lain adalah sosok yang menjadi pembanding dari apa yang sudah ia lalui selama kurang lebih 2 tahun.

Tiba saat di mana sebuah rasa muncul dalam benaknya dan memaksa ia harus keluar dari zona yang sedang di laluinya. Berbekal pengetahuan agama yang di milikinya dan juga prinsip yang amat kuat dalam dirinya membuatnya merasa bimbang dengan keadaan yang ada.

Rasa nyaman terhadap seseorang yang baru saja ia kenal ternyata tak mampu mengalahkan rasa rindunya dengan seseorang yang dahulu pernah bersama dia dalam melewati hari-harinya. Situasi ini baginya adalah ujian terbesar yang harus ia hadapi dan yang terjadi adalah dia harus terjebak dalam dualisme apakah memilih tetap dalam proses Hijrahnya, atau membuka hati dengan orang yang baru dan sudah membuat ia nyaman namun belum bisa menghilangkan masa lalunya.

Aku terlarut dalam zona yang aku buat sendiri (Ucapnya dalam hati). Menapaki setiap waktu yang berputar dia pun tak menyadari air mata menetes di pipinya yang anggun. Apa yang terjadi dalam diriku (kembali ia bertanya). Dunia ini sangat kejam haruskah aku mendustakan perasaanku atau aku harus tetap dengan prinsipku (pertanyaan-pertanyaan dalam lirihnya).

Tidak!!! Aku harus tetap pada prinsipku di mana tak ada kata cinta sebelum aku memantapkan diri menerima cinta itu sendiri (lirih dalam hatinya)

Namun, sosok yang telah membuatnya merasa nyaman itu selalu memberikan perhatian yang bahkan lebih besar dari sebelumnya. Dia pun tak lagi mampu menahan gejolak jiwanya yang memaksanya untuk melepaskan diri dari zona nyaman sebelumnya. Niatnya adalah membuka hati terhadap seseorang untuk melupakan masa lalunya.

Semakin ia melakukannya semakin besar rasa rindu yang hadir dalam dirinya terhadap kenangan masa lalu. Tak ada yang mampu menggantikan posisinya dalam hidupku (ucapnya) bahkan yang hadir sekarang ini dan telah membuatku merasa nyaman tetap saja tak bisa menggantikan posisinya dalam hati ku.

Rindu ini amat besar, rasa ini semakin bertambah, cinta ini makin menguat namun apa yang harus aku harapkan dari seseorang yang bahkan telah memilih orang lain untuk mendampinginya sementara aku masih menjaga hatiku untuknya. Aku yang terlalu bodoh atau memang dia yang tak ingin aku perjuangkan ?

Ah sudahlah namanya juga cinta pasti ada saja hal-hal aneh yang ia lahirkan. Bahkan sosok yang membuat dia nyaman kini harus mengubur perasaan yang ada karena tidak mampu membuatnya melupakan masa lalu yang amat menghantui kehidupannya.

Keduanya pun memilih untuk lebih fokus pada mengejar cita-cita mereka untuk jaminan kebahagiaan yang akan mereka nikmati di kemudian hari. Tak ada kata cinta, tak ada kata pacaran, dan tak ada hubungan yang hanya akan membuat mereka terjebak di dalamnya.


Penulis: Didink Mahyun