Surat Untuk Senja
Foto: Zulkifli Otoluwa |
Sadarlah, bahwa kau terlahir dari prosa-prosa yang menggantung di lembah penghujung waktu. Akankah kau bertahan dalam keegoanmu? Jangan menyimpulkan sebuah kisah dengan menghormati emosi.
Kau boleh merintih, merana, kalut dan sendu. Namun jangan melupakan sapaanmu terhadap sang malam yang hendak mengantikan warna angkasa. Mungkin terlihat bagimu itu adalah penghapusan keindahan, tapi tidak bagi mereka yang rela menghabiskan waktu untuk menatapmu sebelum bumi membawa mereka meninggalkanmu.
Apa kau tak melihatku duduk di tengah mereka? Aku yang rela membuang semua kesibukanku hanya untuk menemuimu meliukkan jari jemariku untuk menggoreskan titik-titik tinta tentangmu di atas kertas putih yang selaluku bawa.
Apa kau tak melihatku duduk di tengah mereka? Aku yang rela membuang semua kesibukanku hanya untuk menemuimu meliukkan jari jemariku untuk menggoreskan titik-titik tinta tentangmu di atas kertas putih yang selaluku bawa.
Akankah kau membiarkan secangkir kopiku membeku bersama paragraf yang belum sempat aku resapi? Akankah spasi di antara kita membuatmu menjadikan aku seperti orang asing? Jawab senja! Apakah kau masih mengangapku sahabat terbaikmu, atau mungkin kau akan membiarkanku hilang bersama waktu?
Hey senja. Janganlah seperti udara, yang hanya singgah pada pesona aksara dalam sisa-sisa tinta yang penuh keluh kesah, tapi jadilah senja pada lembaran kertas putih yang terukir dalam paragraf cinta oleh goresan tinta. Dengan begitu, maka kau akan selamanya dipuja. Meskipun bagiku kau adalah penyesalan karena aku tidak bisa mendekapmu dari dekat.
Penulis: Zulkifli Otoluwa
Penulis: Zulkifli Otoluwa