Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Iran Pra Revolusi (kekuasaan Syah Muhammad Reza Pahlevi yang diktator)


Iran (atau Persia) (bahasa Persia : ایران (adalah sebuah negara di Timur Tengah yang terletak di Asia Barat Daya. Meski di dalam negeri negara ini telah terkenal sebagai Iran sejak zaman kuno, hingga tahun 1953 Iran masih dipanggil Persia di dunia Barat.

Pada zaman awal Islam di Persia, kebanyakan karya Persia ditulis dalam bahasa Arab. Ini menyebabkan banyak tokoh intelektual Persia mulai menggunakan bahasa Arab dalam tulisan mereka. Salah satu karya ini ialah kitab Shahnameh hasil tulisan Ferdowsi, sebuah karya mengenai sejarah negara lain. Kesusasteraan Iran juga tidak kurang hebatnya, sasterawan Iran yang terkenal ialah Rumi dan Saadi. Mereka merupakan ahli Sufi dan banyak menyumbang dalam puisi-puisi Sufi.

Iran juga banyak menyumbang ilmu pengetahuan kepada peradaban dunia khususnya peradaban Islam dengan ditandai banyaknya kontribusi para filosof Iran seperti al-Kindi, al-Farabi, al-Khawarizm, ibn Rusd, dan lain-lainnya.



Pra Revolusi

Sebelum tercetus revolusi tahun 1979, Iran berada di bawah kekuasaan Syah Muhammad Reza Pahlevi yang diktator. Meski Iran merupakan negara penghasil minyak terbesar nomor tiga di dunia, yang meraup keuntungan 40 miliar dollar lebih tiap tahun dari penjualan minyaknya, akan tetapi rakyatnya hidup sangat menderita di bawah pemimpin yang diktator dan negara yang disetir sepenuhnya oleh Amerika Serikat ini. Pemerintah Iran bahkan mempekerjakan 50 ribu orang AS sebagai penasehat, dengan gaji total 4 miliar dollar tiap tahunnya.

Muhammad Reza pun menghadapi tugas berat untuk melaksanakan penyelenggaraan negara di negeri yang sangat luas ini. Di bawah kekuasaannya ia mengadakan reformasi kepemilikan tanah dan kampanye melawan buta aksara. Struktur kekuasaan negeri itu juga diubah secara radikal di bawah program yang bernama “revolusi putih” (white revolution).

Gerakan ini merupakan tantangan bagi para ulama untuk meneruskan misinya. Misi di mana ingin menjadikan pemerintah Iran harus dipegang oleh para ulama, dan pemerintah harus dijalankan dan diarahkan sesuai dengan hukum Islam yang berlaku, dan hal ini hanya mungkin jika dilakukan pengawasan oleh para ulama.

Dalam White Revolution terkandung enam pokok program revolusi, yaitu (1) Perbaikan dalam bidang pertanian, dengan reformasi tentang peraturan pertahanan, (2) Pemberantasan buta huruf, (3), Privatisasi badan usaha milik negara agar program reformasi pertanian memperoleh dukungan rakyat, dengan melakukan penjualan saham badan usaha milik negara kepada pribadi, (4) Emansipasi perempuan dalam pemilu, dengan melakukan perubahan pada sistem pemilihan bagi kaum perempuan diperbolehkan untuk memilih, (5) Pengembalian hutan dan ladang kepada rakyat, dan juga memperbolehkan kaum non Muslim untuk memilki dan mengelola bisnisnya, (6) Peningkatan kesejahteraan bagi kaum buruh dari hasil pabrik dan kampanye-kampanye yang dilakukan di sekolah milik negara.

Beberapa poin di atas dinilai berbahaya oleh ulama-ulama yang mendalami ajaran Islam aliran Syi’ah, misalnya adanya usaha membuat tren westernisasi dalam kehidupan masyarakat.

Revolusi putih juga berdampak dalam penyebaran penduduk. Sebelum revolusi putih, penduduk perkotaan hanya 25%, sisanya tinggal di pedesaan dan pegunungan. Akan tetapai setelah revolusi putih, kondisi pertanian menjadi hancur. Akibatnya, penduduk pedesaan pindah ke kota-kota besar. Urbanisasi tidak hanya meresahkan kehidupan masyarakat perkotaan saja, tetapi juga menjadi pukulan keras bagi pertanian Iran.

Selain mengadakan White Revolution, Syah juga membentuk suatu tim agen intelijen bernama SAVAK (Sazman-e Etelaat va Amniyat Keshvar). Setelah berhasil menggulingkan Mohammad Mosaddiq yang memilki rencana untuk menasionalisasikan industri minyak di Iran melalui kudeta tanggal 19 agustus 1953, hal ini untuk mendukung rezim pemerintah Syah untuk mengawasi lawan-lawan politiknya dan gerakan-gerakan rakyat yang berlawanan dengan arah politiknya.

Semua teror yang dilakukan Syah Iran dilaksanakan oleh oragnisasi SAVAK ini, dengan penyanderaan dan eksekusi yang dilakukan terhadap umat Islam, mahasiswa, seseorang yang tidak menjadi anggota partai tunggal Rastakhiz Syah, dan khususnya para tokoh agamawan yang menentang pemerintah Syah. Ia mempunyai penjara Evin yang menakutkan dengan tempat tidur yang ditinggikan dari semen selebar satu meter, suhu udara yang ekstrem, makanan yang buruk dan tak cukup, tak ada kesempatan untuk menggerakan badan dan tidak diperbolehkan sholat berjamaah. Sulit untuk mengetahui berapa jumlah agen SAVAK sebenarnya secara keseluruhan. Namun paling tidak ada 4000 mata-mata professional, 50.000 informan, ditambah dengan pembantu lepas dan tidak tetap.

Sebagian ulama tidak berpartisipasi dalam demonstrasi demokrasi sekuler 1960-1962, meskipun beberapa dari mereka telah mengkritik reformasi tagihan tanah pemerintah serta gagasan hak pilih perempuan. (Perlu diingat bahwa pemberian hak memilih perempuan adalah salah satu masalah yang telah menyebabkan konflik antara Musaddiq dan para ulama).

Ketika Syah mengumumkan pada Februari 1963 bahwa perempuan akan diizinkan untuk memilih, demonstrasi ulama terorganisir dan bazaaris menutup toko mereka di semua kota besar Iran. Pemerintah menanggapi serangan terhadap Madrasah Fayziyya (seminari) di Qum, yang segera menjadi pusat oposisi Islam untuk Syah.

Pada akhir tahun enam puluhan dan awal tahun tujuh puluhan, muncul beberapa kelompok oposisi untuk menentang rezim Syah. Terutama Fada’iyan Marxis dan Islam radikal Mujahidin. Akan tetapi pada rentangan dekade 1970-an, rezim Pahlevi semakin sewenang-wenang dari masa-masa sebelumnya. Pasukan militer dan polisi rahasia menjadi sosok yang sangat ditakuti dan sekaligus dibenci lantaran mereka melancarkan penyelidikan, intimidasi, pemenjaraan, dan pembunuhan terhadap musuh-musuh atau oposisi rezim Syah.

SAVAK mempunyai andil yang cukup besar dalam upaya-upaya untuk membungkam para pembangkang, sehingga rezim Syah semakin tergantung kepadanya. Situasi yang pincang itu berkelanjutan disebabkan dua faktor utama yaitu kekejaman SAVAK terhadap orang-orang yang tidak senang terhadap pemerintahan Iran dan penaggulangan demonstrasi-demonstrasi rakyat di mana-mana dengan kekuatan militer. Sudah bukan rahasia lagi SAVAK dan militer didukung oleh penasehat-penasehat AS. Dengan terpilihnya Presiden AS yang baru, Jimmy Carter pada awal tahun 1977, kondisi tiba-tiba berubah drastis.

Carter yang berasal dari Partai Demokrat ini membuat kejutan untuk dunia. Ia berpidato di depan rakyat AS tentang HAM dan menyatakan bahwa bangsa AS telah meminta kepada pemerintah supaya politik AS membela bangsa-bangsa yang ditindas oleh penguasanya, dan tidak akan menolong seorang penguasa pun yang menindas rakyatnya, meskipun AS terikat hubungan baik dengan mereka. Jika Carter memang jujur ingin mewujudkan janjinya, maka urutan pertama dari daftar penguasa tadi ditempati oleh Syah Iran, yang ketika itu telah menandatangani 900 perjanjian dengan AS, baik dalam masalah ekonomi, militer, maupun politik.

Iran salah satu sekutu AS harus menerima kebijakan itu kalau ingin bantuan AS kepada Iran pada sektor ekonomi dan militer tetap berlanjut. dalam kondisi seperti ini, mau tidak mau, rezim Syah harus mengikuti kebijakan AS karena secara faktual Iran sangat tergantung kepada AS. Maka mulailah Carter menasehati sahabat lama AS ini, agar memberikan sedikit kebebasan kepada rakyat Iran. Syah pun menurut, dan rakyat Iran jadi tahu bahwa perubahan politik Syah tak lain karena tekanan dari ‘tuan’-nya, yaitu AS.

Rakyat Iran segera tergerak untuk melepaskan diri mereka dari cengkeraman penguasa kejam yang tega berbuat apa saja terhadap rakyatnya selagi ia mampu, yang sekarang harus patuh kepada pengaruh asing hingga menampakkan sikap lunak terhadap rakyatnya. Rakyat Iran harus segera memanfaatkan situasi ini sebelum semuanya berubah dan kembali seperti semula. Pola aliansi kaum ulama dan cendikiawan di bawah panji-panji Islamdibangkitkan kembali pada akhir 1970 dan menemukan momentum yang tepat untuk menjadi kekuatan Revolusi mulai 1977 sampai 1979.

Isu-isu menyangkut dominasi asing, pelestarian identitas dan otonomi nasional, konstitualisme dan kedudukan hukum Islam dalam hal ini, berbeda saat Revolusi Tembakau 1891-92 maupun Revolusi Konstitusional 1905-1911, tidak sekedar partisipasi, tetapi langsung memimpin Revolusi untuk meggulingkan rezim Syah.

Alhadar S. Iran Tanah Peradaban, hal. 25.

Fauziana D.R. and Mujib I.I. 2009. Khomeini dan Revolusi Iran. Narasi, Yogyakarta.

Henry Munsen JR. Islam in Revolution in the Middle East (Vole University Press. New Heven and London), hal. 54-55.

Ibid, h. 43,57,109-119 dan 339-343.

Kamaluddin M. 2011. Gerakan Perempuan Di Republik Islam Iran Pasca Revolusi 1979. Skripsi (Dipublikasikan). Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Maulana M.A., Rusydi and Ahmadinejad M. 2007. Singa Persia VS Amerika Serikat. Garasi, Jogjakarta.

Musa al-Musawi, Tragedi Revolusi Iran (Bandung: al-Ma’rif, 1988).

Tamara N. Revolusi Iran, h.79-86.