Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Manifestasi Negeri Tercinta

Foto: Alvikry Baguna
Sepotong surga yang ada di bumi, tanah yang sangat subur, katanya tongkat dan batu jadi tanaman. Terbentang dari sabang hingga merauke, beribu-ribu pulau diantara samudera luas, bermacam-macam suku bangsa, melimpahnya pemberian ibu pertiwi. Keramahan penghuninya yang membuat dunia takjub.

Tapi itu dulu kawan. Kini negeri kita ini bukanlah lagi negeri surgawi. Semua keramahan dan senyum penduduknya berubah menjadi tangis, cacian, makian, teriakan dan pukulan. Jika dulu saat seseorang bersuara selalu didahului dengan senyum sapa, dan bahkan pemberian kini semua hanya sebagai mitos belaka, semua hanya cerita.

Cerita ayah, ibu, kakek, nenek dan para leluhur. Indonesia dan Pancasila yang sesungguhnya sudah tertidur. Raganya terasuki roh lain, roh jahat yang merongrong bangsa ini, roh kebencian, roh keserakahan, roh kerakusan dan roh keinginan untuk berkuasa.

Lihatlah wahai kawanku, buka mata kalian. Tikus-tikus berdasi dengan perut buncit yang kerjanya tidur, tidur dan tidur. Makanan telah disedot dan habiskan semua harta ibu pertiwi, tak pernah pedulikan dan pikirkan kita kawan kaum rakyat jelata, kaum petani, kaum nelayan, kaum buruh, kaum miskin, bahkan kaum berjubah putih pun berusaha mereka telan.

Mereka yang harus berjuang demi sesuap nasi, mereka yang mengabdi untuk ibu pertiwi, mereka yang harus berhutang kepada lintah darat, mereka yang harus makan makanan sisa, dan mereka yang setiap malam menangis meratapi kehidupan. Kini berbagai janji-janji manis dilontarkan demi kesejahteraan rakyat katanya, demi indonesia katanya, semua hanyalah kosong. Semua demi perut dan kantong.

Mahasiswa dan para generasi pembaharu bangsa selalu diracuni dan dijejali dengan pola pikir sempit, para pemikir kritis yang berjuang diinjak, semua dipaksa untuk mengikuti arus dan pola pikir tirani sistem feodal. Bahkan kekuasaan hukum rimba kembali berlaku.

Sadarlah kawan, sesungguhnya status dan kekuasaan bukanlah kompetensi dan kontribusi. Mereka yang dulu berjuang, para kaum muda sebagai pendorong kemerdekaan Indonesia, para pemuda pencetus sumpah pemuda, para mahasiswa yang menumbangkan rezim tirani kini sudah tak terdengar gaung suaranya, tak terdengar demonstrasinya, tak terdengar tuntutannya dan tak terdengar pemikiran kritisnya.

Mereka sedang terbuai dengan ruangan dingin dan nilai semata. Mereka terbuai dengan berlomba-lomba mencari harta dan jabatan. Mereka terbuai kata-kata manis. Pikiran kritis mereka tertidur lelap. Mereka yang dulu sebagai ujung tombak rakyat perlawanan melawan tirani kini telah tumpul. Sungguh menyedihkan kawan.

Sampai kapan? Sampai kapan? Sampai kapan kita terus begini? Mana revolusi mental? Mana suara kalian wahai pemuda Indonesia? Kita harus berjuang. Kita harus kritis. Kita harus sadar banyak yang telah mengorbankan jiwa dan raga demi negeri ini, demi kita kawan-kawan, tapi mana kontribusi kita? Mana perjuangan kita?

Untuk melanjutkan mereka, kita harus kritis, bangun mentalitas pejuang dan pemikiran kritis, bangun aksi yang benar-benar ikhlas karena Sang Pencipta tidak tidur kawan.

Awal dari kata-kata ini bukanlah dari tugas, bukanlah dari suruhan, tapi dari hati nurani, hati yang dari dulu ingin berteriak ingin membuka pikiran kalian, ingin membuat kita maju untuk negeri, bukan hanya sebatas kata. Memang konyol jika aku ingin kita pemuda bersatu seluruhnya, memang banyak yang mengatakan itu sebatas mimpi, tapi aku percaya kepada kalian kawan. Kita tidak sendiri, pasti ada diantara kalian yang memendam rasa yang meledak-ledak. Diharapkan Revolusi Mental bukan hanya sebagai kata-kata kosong dan semu. Semoga bakti kita abadi untuk negeri kawan-kawan.

HIDUP MAHASISWA!
HIDUP MAHASISWA!
HIDUP RAKYAT INDONESIA!


Penulis: Alvikry Baguna