Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Aku dan Ketidakwarasanku : Penyair Jalanan


Aku dan ketidakwarasanku.
Bersatu dalam lembaran simfoni.
Inilah imajinasi pada setiap tinta-tintaku.

Aku si tatap lirih
pada setiap orang yang aku temui sebagai pesan,
bahwa aku benar-benar penyair jalanan.
Kata "Penyair Jalanan" pun tak pantas untuk ku,
sebab aku bukanlah "Penyair".
Aku lebih pantas dikatakan "Jalanan",
karena aku hanyalah manusia jalan
yang tak memiliki arah dan tujuan.

Aku hanyalah kelu.
Aku hanya menceracau tak keruan
di antara gerimis mata mereka.
Aku benar-benar roda
yang menggelinding jauh
dari poros utamanya.

Aku bukanlah hening
di antara keramaian
yang tak ada habisnya.
Sebab aku. Aku adalah hujan
di antara terik panas yang tak beralasan.

Aku bisa tertawa begitu lepas,
berlarian tanpa alas kaki,
hingga rasanya beban tak ada lagi.

Waktupun takan pernah cukup
untuk membicarakan aku
sebab, warna-warnaku
adalah warna kerinduan
yang terpendam terhadap muasalku.

Tetapi, kalau ada orang nertanya;
"siapa kamu yang sesungguhnya?"
akan kujawab;
"Aku pendosa"

Kalau mereka bertanya;
"mengapa?"
akan kujawab;
"Aku lemah"

Kau tahu?
Aku adalah engkau
yang selalu mengawasimu
dalam rapuh nafasmu,
dalam berat rindumu.
Akulah yang memeluk mesrah
saat engkau terluka dalam rasa
tanpa kata.