Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah Peradapan Di Sulawesi Utara

Sejarah Peradapan Di Sulawesi Utara - Sejarah peradaban manusia di daerah ini cukup panjang dan menarik. Daerah ini pada jaman es melanda dunia pada masa plestosin jutaan tahun yang lalu, merupakan bagian daratan yang menghubungkan pulau Sulawesi dengan daratan Filipina bahkan daratan Asia. Setelah jaman es berakhir, Sulawesi Utara menjadi daratan yang membentuk jazirah Pulau Sulawesi dan kepulauan di bagian Utaranya.

Selain daratan yang sebagian besar merupakan dataran tinggi, Sulawesi Utara juga terdiri dari pulau-pulau yang jumlahnya cukup banyak, lebih dari 150 pulau. Daerah ini mempunyai karakter alam yang khas yaitu dataran tinggi lebih luas dari dataran rendahnya, memiliki banyak gunung berapi dan sebagian besar masih aktif termasuk gunung api bawah laut, memiliki banyak gugusan karang yang membentuk pulau-pulau, selain itu kerak bumi daerah ini berdekatan bahkan sebagian berada tepat di daerah terjadinya proses subduksi (perbenturan) lempeng-lempeng (plates) tektonik antara lempeng Pasifik-Filipina-Australia dengan lempeng Sangihe dan Halmahera. Bahkan terletak dekat dengan pertemuan lempeng-lempeng dunia seperti lempeng Pasifik, Eurasia dan Australia.

Posisi di daerah subduksi inilah yang menyebabkan kemunculan gunung-gunung berapi dan sering terjadinya berbagai gempa bumi di daerah ini sejak jaman dahulu kala. Gunung-gunung berapi Sulawesi, Halmahera dan Sangihe, adalah merupakan hasil zona subduksi lempengan Sangihe dan Halmahera.


Sebagian besar lempengan Maluku telah tertindih (tersubduksi) oleh zona subduksi Halmahera di bagian Timur dan oleh zona subduksi Sangihe di bagian Barat. Gunung-gunung berapi di Sulawesi, Sangihe dan Halmahera diberi pasokan magma yang dibangkitkan di mantle asthenospherik yang termodifikasi oleh fluida yang dihasilkan dari lempengan Maluku yang tertindih. Dalam beberapa juta tahun semua lempengan Laut Maluku akan tersubduksi dan lempengan Sangihe serta Halmahera yang sudah saling menindih pada ujung-ujung lempengannya akan bertabrakan hebat (Salindeho, Winsulangi dan Pitres Sombowadile, 2008: hal. 12, 144-149).

Fenomena alam yang telah digambarkan tersebut, disatu sisi telah menyebabkan berbagai bencana seperti bencana gempa bumi atau letusan gunung api yang mendatangkan kesulitan bagi masyarakat. Akan tetapi d sisi lain telah menberi warisan yang berupa keindahan alam dan kekayaan alam yang menguntungkan bagi masyarakat. Warisan yang menguntungkan itu antaralain keindahan alam pegunungan maupun bahari termasuk keindahan terumbu karang bahkan juga hasil rempah-rempah yang sudah terkenal di dunia sejak ratusan tahun lalu, adalah merupakan warisan yang menguntungkan masyarakat. Demikian juga warisan alam yang berupa logam bernilai ekonomis tinggi seperti emas, perak, timbal, seng dan tembaga. Semua itu telah terekam di dalam dokumen-dokumen sejarah alam daerah ini.

Dari uraian tersebut diperoleh gambaran bahwa Sulawesi Utara berdasarkan alamnya, terkenal keseluruh dunia dengan kekhasan dan kekayaan alamnya yang indah dan subur, dengan adanya taman-taman laut seperti Bunaken maupun adanya tambang-tambang emas, serta tanaman cengkih-pala dan perkebunan kelapa yang sangat luas, demikian juga dengan fauna langkanya seperti Anoa, Maleo, Tarsius dan lain sebagainya.

Berdasarkan penelitian arkeologi diketahui bahwa tanda-tanda kehidupan manusia di Sulawesi Utara sudah berlangsung sejak 30.000 tahun yang lalu seperti yang ditemukan buktinya di gua Liang Sarru di Pulau Salibabu. Bukti yang lain menunjukkan adanya kehidupan sekitar 6.000 tahun lalu di Situs Bukit Kerang Passo di Kecamatan Kakas dan 4.000 tahun yang lalu sampai awal Masehi di gua Liang Tuo Mane’e di Arangkaa di Pulau Karakelang. Kemudian muncul kebudayaan megalitik berupa kubur batu ‘waruga’, menhir ‘watutumotowa’, lumpang batu dan lain-lain sejak 2.400 tahun yang lalu sampai abad 20 Masehi di Bumi Minahasa.

Selain itu Sulawesi Utara pada masa lalu merupakan wilayah penghasil rempah-rempah, beras, dan emas yang potensial yang menjadi ajang pertarungan kepentingan hegemoni ekonomi antara bangsa Portugis, Spanyol, Belanda dan Kerajaan-kerajaan di sekitar daerah ini, yang akhirnya bermuara pada pertarungan politik dan militer (Meilink-Roelofsz, 1962: 93-100). Pada masa lalu daerah ini juga menjadi route perdagangan antara barat dan timur serta penyebaran agama Kristen, Islam maupun kepercayaan atau agama yang di bawa oleh pedagang-pedagang Cina. Sulawesi Utara juga berperan dalam perjuangan-perjuangan kemerdekaan dengan munculnya pahlawan-pahlawan asli dari daerah ini.

Wilayah Indonesia Timur termasuk daratan Sulawesi Utara dan kepulauan Sangihe, Sitaro dan Talaud, sejak dahulu adalah merupakan wilayah yang strategis di kawasan Pasifik, karena merupakan jembatan penghubung antara kawasan Asia dengan Kepulauan Pasifik (Bellwood, 1996; Veth 1996). Pada masa lalu wilayah ini menjadi bagian dari route perjalanan migrasi fauna dan manusia beserta kebudayaannya. Bukti-bukti yang menunjukkan bahwa di dalam migrasi fauna prasejarah pernah melewati dan singgah di wilayah ini adalah ditandai dengan adanya fosil gading gajah purba (stegodon) yang ditemukan di Pintareng, di Kabupaten Kepulauan Sangihe di Sulawesi Utara (Husni, 1996/1997, 1999), dan geraham binatang purba di lembah Napu di Kabupaten Poso Sulawesi Tengah, serta fosil-fosil binatang purba lainnya di Cabenge di Sulawesi Selatan (Santoso, 2001, 2002, 2003).