Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ibu Ku Pembohong Mulia (Cerpen)

Ibu Ku Pembohong Mulia - Ini adalah sebuah cerita ditengah kelamnya dunia tanpa pelukan seorang yang harusnya kujaga dengan sepenuh hati dimasa tuanya.

Saat itu keluarga ku sedang sangat dilanda ujian yang besar, ayah dan ibu ku berhenti bekerja, sampai-sampai aku tidak bisa ikut serta dalam ujian sekolah. Aku marah dan memaki mereka, seolah aku adalah orang yang sangat dizolimi, tanpa sadar aku sangat benar-benar membuat hati mereka menangis. Aku tidak pernah perdulikan mereka, masalah mereka, gagal mereka dan apapun itu. Intinya aku hanya tau apa yang harus dituntut sekolahku untuk aku belajar.

Masalah besar kembali hadir ditengah masalah yang belum selesai, ayah ku meninggal dunia karna sakit yang sudah sangat lama dideritanya. Hampir aku putuskan untuk berhenti sekolah dan membantu ibuku bekerja. Ibu berbohong kalau “aku masih cukup kuat nak”. Padahal aku tau penyakit asam urat yang sudah menyelimuti kakinya dari tahun lalu. Ayah ku kini sudah kembali kepenciptanya. Kini aku akan berjanji untuk tetap membanggakan ibuku ditengah masalah yang tuhan hadiahkan.

Pelangi hadir dengan ihklas setelah hujan membasahi bumi. Akhirnya masalah selesai, ucapan doa selalu aku lantunkan untuk ayah tercinta dan alhamdulilah aku menang lomba mengarang dengan hadiah uang tunai yang cukup untuk biaya sekolah ku, ibu ku memeluk ku sambil menangis. Sungguh aku terharu dengan rahasia tuhan ini. Bagi ku "Ibu adalah inspirasi hidup ku, semangat ku dan kekuatan ku".


Aku sangat terharu dengan semua kebaikan ibu. Pernah disatu ketika saat aku pulang sekolah dan sangat lapar, ku lihat makanan dilemari tidak ada “ah ibu kemana” ocek ku dalam hati. Tidak lama ibu pulang dengan membawa satu nasi bungkus berisi nasi dan lauk ayam goreng.

Ibu: "Nak kamu sudah pulang ya, cepat ambil piring. Mama bawa makanan buat kamu."

Aku: "Iya bu sebentar."

Aku: "Kok nasinya cuman satu bu, memangnya ibu tidak makan?"

Ibu: "Ibu sudah makan dan sangat kenyang nak."

Dengan mendengar kalimat itu aku lekas makan dengan lahap dimeja makan sambil bercerita kegiatan ku disekolah hari ini pada ibu ku. Selesai makan, ibu menyeru untuk segera mandi. Dengan menenteng handuk menuju kamar mandi, aku sedikit mengintip ibu ku yang sedang membereskan piring yang tadinya aku gunakan untuk makan. Ya Allah, ibu memakan sisa makanan ku yang tidak habis dan mengigiti daging-daging paha ayam sisa makanan ku tadi. Aku menangis melihatnya, ibu berbohong demi aku. Ibu menipu ku demi aku kenyang.

Detik berganti dan menambahkan hitungan menit, jam terus berputar menyertakan hari yang berganti, bulan pun bertugas semestinya menganti tahun demi tahun. Aku lulus SMA dengan nilai yang lumayan tinggi, ibu ku bangga. Terlihat senyum yang disertai dengan air mata yang jatuh halus menyentuh pipi.

Setelah lulus dan mendapatkan ijasa, aku berniat ingin mencari pekerjaan sederajat SMA, tapi sayangnya aku tidak di izinkan berkerja oleh ibuku, ia menyeru aku untuk melanjutkan ke universitas. Aku memang sudah lama berniatan untuk melanjutkan ke universitas tapi aku tau kondisi ibu ku yang kekurangan. Akhirnya aku coba berdebat dengan ibuku.

Aku: "Biarlah bu aku bekerja, itung-itung bantu keuangan ibu dan aku."

Ibu: "Tidak, kau akan ibu daftarkan ke universitas."

Aku: "Bu! tak perlulah, biarkan aku bekerja aku sudah mengurungkan niat ku untuk kuliah."

Ibu: "Aku masih sanggup nak."

Ibu ucapkan kalimat itu lagi. Saat malam hari, aku terbangun dari tidur ku, aku mendengar sebuah tangisan dan ternyata itu adalah tangisan ibu ku yang sedang berdoa seusai tahajudnya. Ibu mendoakan aku sambil menangis yang terisak, mungkin karna takut membangunkan ku. Lagi-lagi aku terharu dengan ibuku. Sungguh, aku malu sebagai pria yang hanya bisa merepotkannya.

Keesokan harinya, aku ikuti ibu ku yang hendak membeli sayuran dipasar, selesai membeli sayuran ibu mampir ketoko emas. Aku melihat ibu menjual gelang emas miliknya. Aku sengaja pulang lebih dulu, dan tiba-tiba dengan senyum ibu pulang sambil memasak makanan untuk siang nanti, ibu mengatakan sesuatu kepada ku.

Ibu: "Nak bersyukurlah, ibu gajian lebih awal. Uang ini akan ibu pakai untuk kamu mengikuti pendaftaran gelombang satu di universitas."

Aku: "Ibu berbohong?"

Ibu: "Tidak nak , bersyukurlah."

Dengan air mata yang membasahi pipi, aku sangat terharu dengan kebohongan ibu. Sekali lagi aku malu. Ibu menjual gelangnya dan menipu ku, karna ibu takut aku marah. Tidak ada sosok seindah ibu, tiada malaikat yang diciptakan tuhan selain ibu yang mulia.

Aku masuk ke universitas dan lulus dengan nilai yang memuaskan. Aku bersyukur menjadi anak orang miskin, karna itu aku bisa menghargai waktu dan menghargai perjuangan orang yang menyayangi ku.

Seiring waktu yang terus berjalan. Kini aku bisah mencari uang sendiri, aku bekerja di salah satu perusahan ternama. Karena kesibukan kerjaku, aku pulang sebulan sekali, semakin lama dan semakin sibuk. Kadang aku hanya pulang jika sempat, tetapi aku tetap mengirimi ibu uang dan selalu berkomunikasi dengan ibu. Aku selalu menanyakan kabar ibuku, bahkan aku tak pernah lupa menanyakan apakah ibu sudah makan atau belum.

Ketika ditengah kesibukan ku, aku ditelefon ibu, ibu menyeru ku pulang karena ibu sedang sakit. Mendengar kabar tersebut, aku langsung menghentikan kesibukanku dan meminta izin untuk pulang. Sesampai di rumah dan bertemu dengan ibu, aku langsung memeluk dan menciumi pipi ibu. Aku mengurusi ibuku hari demi hari mengambil cuti.

Rahasia Tuhan memang tak ada yang bisah mengetahuinya. Hari itu tanggal 28 agustus, ibu menghembuskan nafas terakhirnya. Aku menangis bagai anak kecil, aku memeluk ibuku dan menciumi pipih ibuku dengan wajah yang dipenuhi air mata. Aku masih tak percaya kalau yang Maha Kuasa telah menggambil ibu dariku.

Kini aku merasa tak punya apa-apa, karena semua yang paling berharga dalam hidupku adalah ibuku. Meski pun aku telah menyenangkan ibu dari hasil keringatku, tapi aku merasa bahwa aku belum membalas semua jasa kebaikan ibuku, pengorbanan ibu terhadapku, dan sampai aku mati pun aku tak akan pernah bisa membalas semua yang telah ibu berikan kepadaku.

Mungkin ini adalah pelukan terakhirku kepada ibu. Tapi aku melupakan sesuatu. Sebelum kematiannya, ibu berpesan; "Nak ibu sudah tidak kuat, dan kau sudah cukup kuat untuk menyolati jenazah ibu. Jadilah anak baik yang selalu taat kepada Allah swt."

Teringat dengan pesan ibuku. Tangisan tak bisa lagi aku tahan. Aku tak bisa melawan takdir Tuhan. Walaupun kini aku mapan, rupiah sangat mudah aku dapatkan, tapi aku gagal membahagiakan ibu.

Untuk pembaca yang masih dianugrahi malaikat sebaik ibu. Bahagiakan lah dia, doakan lah dia, lupakan lah sejenak pekerjaan mu, dan rawatlah ibu mu, itu yang ia butuhkan. Uang memang sangat dibutuhkan, tapi bagi ibu yang ia butuhkan adalah tangan orang yang dibesarkan dengan kasih sayangnya sendiri.


Penulis: Ichsan kamil