Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Fakta Tentang Papeda Makanan Khas Maluku dan Papua

Fakta Tentang Papeda Makanan Khas Maluku dan Papua - Berbeda dengan daerah-daerah yang ada di wilayah barat Indonesia, kebanyakan masyarakat Maluku dan Papua menjadikan sagu sebagai makanan pokok mereka. Hal ini tentunya yang menjadi ciri khas tersendiri masyarakat Maluku dan Papua.

Jika sahabat PlayStiker.id berkesempatan singgah di Maluku atau Papua, jangan lupa untuk mencicipi sajian kuliner khasnya yang mayoritas terbuat dari sagu. Salah satu makanan khas terpopuler di Maluku dan Papua yang berbahan dasar sagu ialah Papeda.

Papeda adalah makanan berupa bubur sagu khas Maluku dan Papua yang biasanya disajikan dengan ikan tongkol atau mubara yang dibumbui dengan kunyit. Papeda berwarna putih dan bertekstur lengket menyerupai lem dengan rasa yang tawar. Papeda juga kerap dinikmati dengan sayur yang diolah dari daun melinjo muda atau disebut dengan sayur ganemo.


Papeda merupakan makanan yang kaya serat, rendah kolestrol dan bernutrisi. Papeda juga memiliki berbagai nutria esensial seperti protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, dan lain-lain. Bahkan, rutin mengkonsumsi papeda dapat meningkatkan kekebalan dan daya tahan tubuh, serta mengurangi resiko terjadinya kanker usus, hingga membersihkan paru-paru.

Menurut sejarah, papeda pertamakali di perkenalkan oleh masyarakat adat Sentanu dan Abrab di Danau Sentani dan Arso, juga Manokwari. Makanan kenyal ini sering dihidangkan saat acara-acara penting di wilayah Papua, Maluku, dan sekitarnya. Sehingga tak heran jika papeda menjadi salah satu warisan kuliner Nusantara yang khas. Berikut ada beberapa fakta mengenai papeda:

Sagu Sebagai Penjelmaan Manusia
Sebagai makanan tradisional yang khas, papeda menyimpan riwayat sejarah. Masyarakat adat Papua begitu menghormati sagu lebih dari sekadar makanan lezat. Suku-suku di Papua mengenal mitologi sagu dengan kisah penjelmaan manusia.

Rasa Syukur dan Penghormatan
Oleh masyarakat Raja Ampat, sagu memang dianggap sebagai sesuatu yang begitu istimewa. Itulah sebabnya, saat memanen sagu mereka acap menggelar upacara khusus sebagai rasa syukur dan penghormatan akan hasil panen (sagu) yang melimpah, sehingga dapat memenuhi kebutuhan seluruh keluarga di sana.

Berakhirnya Siklus Kematian
Bubur papeda juga kerap kali muncul pada upacara adat Papua, yakni Watani Kame. Upacara tersebut dilakukan sebagai tanda berakhirnya siklus kematian seseorang. Nantinya, papeda dibagikan paling banyak kepada relasi yang sangat membantu pada upacara Watani Kame tersebut.

Upacara Kelahiran
Di Inanwatan, papeda juga menjadi makanan yang wajib disajikan saat upacara kelahiran anak pertama. Di daerah tersebut, papeda juga dimakan oleh wanita-wanita ketika proses pembuatan tattoo sebagai penahan rasa sakit.

Ritual Masa Akil Balig
Sedangkan di Pulau Seram, Maluku, Suku Nuaulu menyantap papeda (sonar monne). Makanan itu telah disakralkan dalam ritual perayaan masa pubertas (akil balig) seorang gadis. Selain itu, Suku Nuaulu dan Suku Huaulu juga melarang wanita yang sedang dalam masa haid dari memasak papeda, karena menurut mereka proses merebus sagu menjadi papeda dianggap tabu.

Itulah beberapa fakta mengenai papeda. Terlepas dari fakta tersebut, kita semua tahu bahwa nilai gizi dari papeda tidak terlepas dari peran sagu yang sangat kaya manfaat dan kandungan gizi yang cukup lengkap. Melihat kandungan gizi yang terdapat di sagu, seharusnya kita dapat menjadikan sagu sebagai bahan dasar makanan pokok nasional pengganti beras atau nasi. Sagu dapat menjadi alternatif cadangan.