Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Filsafat Manusia Dalam Muqaddimah Ibnu Khaldun


Manusia sebagai makhluk sosial, menurut Ibnu Khaldun manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari manusia lainnya.

Manusia sebagai makhluk politik, Ibnu Khaldun mengatakan bahwa kehidupan politik adalah suatu keharusan dalam kehidupan manusia bermasyarakat, tanpa kehidupan politik kehidupan manusia dalam masyarakat tidak teratur, tanpa organisasi politik eksistensi manusia tidak akan sempurna. 

Manusia sebagai makhluk ekonomi dibahas oleh Ibnu Khaldun lebih rinci. Ibnu Khaldun berpandangan bahwa dasar ekonomi manusia adalah pada pekerjaannya karena kerja adalah faktor utama pendapatan manusia. Di samping itu, kerja juga menjadi faktor penentu harga, walau menurut Ibnu Khaldun hukum penawaran dan permintaan juga menjadi satu titik tolak dari suatu harga.

Ibnu Khaldun berpandangan bahwa pekerjaan yang menjadi jalan yang wajar untuk memperoleh pendapatan adalah bertani, bertukang, dan berdagang, dan jika ditambah dengan memiliki pangkat, maka manusia mendapatkan tidak hanya hasil kerjanya melainkan juga kekayaan namun, Ibnu Khaldun juga mengingatkan bahwa kekayaan juga juga menjadi hal yang memperburuk moral karena, bagi Ibnu Khaldun perekonomian mampu mengendalikan moral masyarakat.

Hasil analisis penulis dalam hal ini bahwa Ibnu Khaldun memiliki pandangan sosiologis terkait manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk politik, berpandangan antropologis terkait jalan penghidupan manusia, dan berpandangan religius terkait moral manusia yang dapat dikendalikan oleh faktor ekonomi.

Manusia sebagai makhluk individu. Berdasarkan fitrahnya manusia lahir dalam keadaan bersih dan suci, pengaruh-pengaruh yang datang kemudian-lah yang akan menjadikan manusia itu baik atau buruk. Pandangan Ibnu Khaldun terkait fitrah cukup unik, yang mana fitrah manusia bersifat netral, antara kebaikan dan keburukan memiliki kadar yang sama di dalam diri manusia.

Selanjutnya mengenai jiwa, Ibnu Khaldun berpandangan bahwa manusia memiliki dua realitas yaitu atas dan bawah. Dari bawah jiwa itu berhubungan dengan tubuh kasar atau bātīniyyah, sedangkan dari atas jiwa itu berhubungan dengan dunia malaikat atau rūhāniyyah.

Kemudian melalui intelektualitasnya, manusia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, yang terpuji dan yang tercela, Ibnu Khaldun meneyebutnya dengan akal pembeda. Kemampuan daya intelektual, pikiran dan pandangan manusia ini nantinya akan dicurahkan untuk mencari hakikat kebenaran dan dengan ilmu pengetahuan lah manusia mencapai kesempurnaan bentuknya serta, kemanusiaannya mencapai kesempurnaan eksistensinya.

Kemudian, menurut Ibnu Khaldun dikarenakan kemampuan berpikir ini lah yang merupakan sumber dari segala kesempurnaan dan puncak segala kemuliaan dan ketinggian manusia di atas 
makhluk lainnya.

Hasil analisis penulis dalam hal ini terkait pandangan Ibnu Khaldun mengenai jiwa menyatakan bahwa Ibnu Khaldun berpandangan teologisme karena, ini merupakan perspektif ketuhanan. Kemudian terlihat bahwa Ibnu Khaldun memiliki pandangan antroposentrisme dalam hal berpikir dan tentang kelebihan yang dimiliki oleh manusia yang menjadikannya istimewa di antara makhluk lainnya, salah satu kelebihan tersebut ialah pengetahuan yang merupakan hasil pikiran, sedangkan kekurangan yang dimiliki oleh manusia adalah sifat egoisme yang ada pada dirinya.

Secara filosofis, Ibnu Khaldun memandang bahwa hakikat atau esensi manusia yaitu al-insānu madāniyyun bit-thab’i (manusia adalah makhluk sosial), eksistensi manusia tidak akan terlaksana kecuali dengan kehidupan bersama.

Manusia tidak akan mampu menyempurnakan eksistensi dan mengatur kehidupannya secara sendirian, oleh sebab itu, manusia membutuhkan bantuan dari manusia lainnya. Muqaddimah Ibnu Khaldun pada intinya lebih banyak berbicara tentang esensi manusia.

Adapun saran-saran yang dapat penulis berikan yaitu: Pandangan-pandangan Ibnu Khaldun mengenai filsafat manusia yang terdapat dalam tulisan ini kiranya dapat digunakan sebagai bahan rujukan ataupun referensi data tentang bahasan manusia.

Dengan mengetahui bahwa manusia hakikatnya berada di dunia ini adalah makhluk sosial, maka manusia harus memiliki hubungan yang baik dengan sesamanya, sehingga bisa saling bekerja sama untuk meraih cita-cita yang diinginkan dan mencapai suatu kesejahteraan.